Monday, September 2, 2019

Warung di Posisi Tusuk Sate


Bagi yang mempercayai feng shui, biasanya menghindari membeli atau menyewa rumah atau bangunan yang berada di posisi tusuk sate. Posisi ini dimana bangunan terletak di tengah jalur pertigaan sebuah jalanan. Katanya bangunan di posisi tersebut tidak membawa keberuntungan atau malapetaka.

Di dekat kantor ada sebuah bangunan yang disewakan untuk berjualan. Biasanya digunakan sebagai warung makan. Entah kebetulan atau tidak, yang membuka usaha di situ tidak ada yang berjalan cukup lama. Paling lama tiga bulan. Habis itu tutup . Kosong beberapa bulan, diganti sama yang lain. Habis itu tutup lagi. "Tuh bener Kan, kalau di Tusuk sate enggak bakalan lama." Ada yang berkata seperti itu.

Thursday, August 22, 2019

Benci Mengucapkan Selamat Tinggal

Kenapa Engkau, tidak mau menemuiku?

Aku benci untuk mengucapkan selamat tinggal. Aku tidak suka perpisahan.

Bukankah setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan?

Oleh karena itu aku semakin membencinya.

Simbolku, Simbolmu


Sekarang sedang heboh tentang pemotongan nisan berbentuk salib di daerah Yogyakarta. Saking hebohnya ada yang berpendapat bahwa daerah istimewa tersebut sudah tidak toleran lagi. Yang lucunya, yang heboh itu adalah orang-orang di luaran sana. Pihak keluarga almarhum sendiri sudah ikhlas atas kejadian tersebut. Pemotongan salib ini sebagai bentuk kesepakatan antara warga sekitar dengan keluarga. Kebetulan daerah tersebut hampir semuanya beragama Islam. Warga mengizinkan jenazah dimakamkan di sana dengan kesepakatan tidak membawa simbol-simbol agama.

Mengumpulkan "Receh" Agar Masuk Surga


Ketika Pak Prabowo gagal memenangkan pemilihan presiden yang kedua kalinya, ada suara-suara yang berusaha"menghibur" dirinya. Kalau mau mengabdikan diri kepada bangsa dan negara tidak harus menjadi seorang presiden. Bisa berkontribusi dengan cara yang lain. Sampai di sini saya setuju.

Sekarang kita kembalikan kepada kita sebagai ciptaan-Nya. Manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepada Alloh SWT. Itulah misi kita di dunia ini.

Wednesday, August 21, 2019

Terpenjara Dalam Apartemen


Pada hari sabtu minggu pekan lalu, saya sempat merasakan menginap di sebuah apartemen di daerah Bandung Utara. Kegiatan ini bertepatan dengan acara kumpul-kumpul keluarga besar dari pihak istri.

Selama beraktivitas di sana, sempat terlintas dalam fikiran bahwa orang-orang yang tinggal di sana seperti "terperangkap" di dalamnya. Kenapa saya bisa berkesimpulan seperti itu? karena kami sempat tersesat di dalamnya. Ya benar-benar tersesat.

Keluarga besar menyewa dua unit di apartemen. Kamar di lantai 10 dan kamar di lantai 15. Setiap kamar memiliki kunci dan kartu akses kemana-mana. Saya mendapatkan jatah di kamar 15. Setelah saya beres-beres di kamar lantai 15, kami berniat ke kamar di lantai 10. Karena sebagian besar anggota keluarga berkumpul di sana. Antara lantai dihubungkan dengan sebuah lift. Dari lantai 15 kami naik lift turun ke bawah. Ketika memencet lantai 10 kami tidak berhasil. Berkali-kali kami pijit tombolnya dan menempelkan kartu aksesnya, lift tetap bergerak. Ketika lift berhenti di lantai 5, karena ada yang keluar di sana, kami ikut-ikutan keluar. Dan ternyata timbul masalah baru. Kami benar-benar tidak bisa kemana-mana. Di tengah kebingungan akhirnya kami memutuskan untuk lantai G (ground). Seorang penghuni apartemen mengajak kami ke lantai ground. Karena dia juga mau ke sana. Alhamdulillah, masih ada orang baik ternyata.

Monday, August 19, 2019

Makanan Yang Paling Enak

Sewaktu menjadi mahasiswa, saya pernah tinggal di asrama. Berbagi kamar dan tempat dengan teman-teman berbagai daerah dan jurusan dengan merasakan senasib sepenanggungan. Sebagian dari kami memilih asrama dikarenakan mengontrak atau menyewa kamar kost terlalu mainstream pada waktu itu (baca terlalu mahal untuk kantong kami).

Namanya kesusahan, dalam masalah makanan kami hanya mengenal dua jenis makanan. Makanan yang enak dan enak sekali. Tidak ada lagi. Jadi kalau ada teman yang bertanya apakah makanannya enak, pasti kami jawab enak sekali. Saat itu bagi kami sudah bisa makan teratur saja sudah sebuah keberuntungan.

Seiring dengan berjalannya waktu, kami sudah merampungkan pendidikan kami di kampus dan mendapatkan penghasilan sebagai pekerja atau wiraswasta. Kondisi perekonimian mulai membaik. Kembali ke soal makanan, dulu yang tema perjuangan bagaimana bisa makan setiap hari, bergeser mejadi makan tiga kali sehari. Dari yang makan tiga kali sehari menjadi makan yang enak-enak.

Mensyukuri Hidup

Setiap aku memikirkan kesusahan hidupku, buru-buru aku mengingat bahwa masih ada orang yang lebih susah dibandingkan aku. Kata-kata Lao Tse teringang - ngiang di kepala. "Aku sedih tidak mempunyai sepatu baru, tetapi kesedihanku hilang ketika melihat orang tidak memiliki kaki."

Dan aku mulai menerima kesusahan yang aku alami ini. Anggaplah ia sarana buat kamu untuk mensyukuri apa-apa yang sudah dipegang.

Di sini bukan kesusahannya yang berkurang, tetapi bagaimana kamu memandang kesusahan itu. Pada waktu pertama kamu memandang dari atas, maka kamu merasa menjadi orang tersusah sedunia. Ketika memandang dari bawah, maka kamu merasa masih beruntung dibandingkan yang lain. Di sini kita belajar untuk mensyukuri hidup.

Menjalani Hidup

Terkadang hidup itu (tinggal) hanya menjalani. Di sini tidak diperlukan kecerdasan kamu untuk menentukan jalan mana yang mau dipilih. Di sini sudah terbentang satu-satunya jalan yang kamu harus lalui. Ya benar kamu tidak ada pilihan.

Dan permasalahannya adalah bukan jalan mana yang kamu pilih, tapi bagaimana kamu menjalaninya.


Tuesday, August 13, 2019

Ada Band"




untuk istriku

Dari sekian band yang mengusung lagu "cinta-cinta" mungkin hanya Ada Band yang masih saya mau dengar. Padahal sedari SMP saya selalu mengidentikan diri dengan lagu yang "keras-keras", apalagi masa remaja saya dihabiskan di era 90-an dimana sedang subur-suburnya alternative music dan grungem (Lu tahu sendiri kan kerennya musik-musik zaman ini). Namun untuk ada band, masih ada ruang di telinga saya.

Monday, August 12, 2019

Mengapa Saya Tidak Berpacaran


Setiap menceritakan sebagian kisah hidup saya, saya suka menyoal proses pencarian jodoh saya. Di sini saya menjelaskan bahwa saya tidak berpacaran untuk mencari calon istri. Jadi sejak saya SMP, dimana mulai mengenal bahwa mahluk perempuan itu ada yang cantik sampai kuliah saya tidak pernah berpacaran.

Ada beberapa alasan mengapa saya tidak melakukan kegiatan anak muda umumnya ini. Alasan pertama adalah sedari dulu yang saya tekankan saya mau mencari calon istri, bukan mau mencari pacar. Jujur pemikiran seperti ini sudah menempel di kepala sejak bercelaana biru dongker selutut. Hal ini terinspirasi oleh seorang guru bernama Bu Tuti yang tanpa ada angin atau hujan, tiba-tiba berkata : kalau mencari perempuan gampang, yang sulit adalah mencari calon istri. Saat itu saya percaya begitu saja perkataannya. Saya mempercayainya karena Bu Tuti ini sudah sepuh, terlihat dari rambutnya yang sudah sebagian besar berwarna putih, yang artinya yang sudah banyak makan asam garam kehidupan.

Tuesday, July 16, 2019

Karena Cinta Melebihi Segalanya


Sebelum menikah saya dan (calon) istri membuat sebuah perjanjian untuk kami berdua kalau menikah nanti. Saya mensyaratkan kalau sudah menikah, istri harus mengikuti kemana suami bertugas/ bekerja. Dia menyanggupinya. Dia bersedia untuk meninggalkan kota kelahirannya untuk ikut suami. Dia pun mengajukan syarat. Kalau sudah menikah dia tetap ingin bekerja. Dia menyukai dunia ajar-mengajar. Saya pun mengizinkannya. Karena pekerjaan yang dilakoninya tidak membutuhkan waktu penuh. Kami pun saling setuju.

Setelah itu awal-awal tahun pernikahan kami menjalani sesuai perjanjian. Istri ikut suami dan dia tetap mengajar. Semuanya berubah ketika kami dianugerahi seorang anak laki-laki yang sudah lama kami nanti-nantikan kehadirannya. Karena satu dan lain hal makan "bubarlah" perjanjian yang sudah kami sepakati. Kami menjalani long distance marriage (LDM). Dari empat belas tahun pernikahan, hanya tiga tahun kami hidup serumah dan bertemu setiap hari. Selebihnya kami terpisah antara kota yang berbeda. Dan benar istri saya sudah tidak bekerja karena mengurus anak. 

Faktanya, perjanjian kami sudah batal. Semuanya berjalan tidak sesuai kesepakatan. Kemudian apakah kami saling menggungat satu sama lain? Saling mempertanyakan : katanya dulu begini, kok sekarang begitu? Tidak sama sekali. Karena kondisinya memang jauh berbeda dari bayangan kami sebelumnya maka kami membuat kesepakatan baru. Untuk saat ini, yang terbaik adalah memang seperti ini sambil kami terus-menerus mencari jalan yang lebih baik. Kami melakukan ini karena cinta melebihi segalanya.

sumber gambar : Pexel


Sunday, July 14, 2019

Usia 40


Kata orang kehidupan dimulai (kembali) di usia 40 tahun. Di sini kita terlahir kembali dan mengulangi (memulainya kembali) sebagai manusia. Kita mengulangi dari NOL tahun lagi dan terus berlanjut ke tahun berikutnya.

Ada juga yang berpendapat di usia 40 tahun ini adalah masa depan seseorang ditentukan, apakah kamu menjadi orang sukses atau menjadi orang gagal. Kalau sukses, sukses terus begitu juga sebaliknya. Jadi hidup di sini sudah mencapai kemapanan. Baik mapan di atas maupun mapan di bawah. Tidak ada lagi naik turunnya.

Dan ada juga yang berpendapat pada usia 40 tahun ini disebut juga dengan puber kedua. Ketika sudah mencapai kemapanan (atas), anak-anak sudah besar dan lain sebagainya. Maka ada yang merasa perlu mengulangi pubertas lagi.

Buat saya entah mana yang benar, namun memasuki usia 40 saya mulai mempertanyakan my mission di muka bumi. : Sebenarnya gua mau ngapain di muka bumi ini? Kalau hanya mencari pencapaian dunia, berupa status, materi dan lain-lain mungkin sudah lewat. Saatnya sudah memikirkan lebih dari itu. 

Misi kita di bumi ini kalau "jawaban standarnya" adalah semata-mata beribadah kepada Alloh SWT. Beribadah ini pemaknaannya bisa luas sekali. Segala sesuatu bisa dikategorikan ibadah kalau memenuhi dua kriteria. Diniatkan lillahi ta'ala dan mengikuti tata cara yang sudah ditentukan/ tidak melanggar ketentuan. Kalau mengacu ke sini maka bekerja bisa disebut ibadah, mengurus anak bisa disebut ibadah dan lain sebagainya.

Ketika di usia 40-an ini, maka ketika banyak hal pencapaian-pencapaian dunia tidak terjadi : gagal menjadi anggota dewan, belum menjadi manager, belum jadi pengusaha, belum jadi artis dan lain sebagainya maka kita tarik lebih jauh lagi sesuai dengan misi kita di bumi. Kalau ini dipahami benar-benar (saya sedang berusaha memahami) maka kita akan berfikir kontribusi manfaat apa yang bisa diberikan tanpa harus menjadi sesuatu. Karena ini bisa menjadi ibadah di hadapan-Nya.

sumber gambar : Bessi

Saturday, July 13, 2019

Mimpi Buruk

Apa mimpi terburuk Lu? Mimpi terburuk gua adalah kuliah. Biar enggak salah pengertian gua ulangi. Kalau lagi ada masalah yang berat biasanya gua mimpi buruk dan mimpi buruknya adalah mimpi waktu kuliah.

Di dalam mimpi gua harus mengulang beberapa mata kuliah. Belum mengerjakan ini, belum mengerjakan itu. Intinya semua serba ketinggalan dengan teman-teman yang lain. Dan lucunya di ujung mimpi gua suka tersadar : Gua kan udah lulus kuliah. Oh ini mimpi. Dan langsung perasaan gua menjadi tenang. Dan ini masih dalam keadaan mimpi.

Pertanyaannya adalah mengapa mimpi sedang kuliah itu menjadi pertanda kalau sedang ada "sesuatu"? Mungkin kalau boleh jujur, kuliah adalah salah satu fase kehidupan gua yang cukup berat. Membutuhkan waktu enam tahun untuk menyelesaikannya dengan predikat lulus ketiga dari belakang di angkatan gua he he he. Kalau pengen tahu dua orang yang lulus setelah gua, silahkan japri ya. Dan kondisi ini semakin memperkuat pameo orang kuliah di ITB : masuknya susah, keluarnya jauh lebih susah. Karena kondisi, mungkin berkesan sampai ke alam sadar sehingga kalau lagi ada yang susah-susah munculnya mimpi ini.

Terus apa yang membuat kuliah gua terasa susah? Hmmm...kalau mau ditarik lebih mendasarnya adalah bahwa "bakat" gua itu bukan di ilmu-ilmu pasti. Karena gua ingat banget pas psikotes di SMA pendidikan yang disarankan adalah ilmu-ilmu sosial. Cuma namanya arogansi pribadi waktu itu bahwa kelas IPA bisa kemana-mana (baca bisa ambil IPC ketika UMPTN) dibandingkan non IPA. Setelah dari sini ada sebuah kesadaran semua disiplin ilmu sama pentingnya dan ada tempatnya masing-masing. Tidak ada yang superior terhadap yang lain. Dan gua juga jadi percaya sama hasil psikotes. Jad pas kuliah itu, terasa sekali kemampuan "mentok" dan tidak bisa berkambang kemana-mana. Tapi yang terpenting adalah gua sudah bisa melalui semua itu dengan selamat tanpa kurang sesuatu apa pun.




Friday, July 12, 2019

Pengemudi Yang Inisiatif

Kalau sedang berkendara ojek daring, saya suka mengajak ngobrol pengemudinya. Hitung-hitung mengusir keheningan yang tercipta selama perjalanan. Alangkah sebuah keanehan dua orang yang terikat dalam sebuah perjalanan tidak ada komunikasi yang dibangun.

Namun kalau rasa malas sedang menghinggapi hati ini, saya memilih untuk diam sambil melihat-lihat pemandangan sekitarnya yang isinya itu-itu saja. Dan tahu-tahu saya sudah sampai di tujuan.

Berdasarkan data di lapangan, sebagaian besar percakapan terjadi atas inisiatif saya. Kalau saya tidak berinisiatif maka tidak ada percakapan. Dan sang pengemudi pun lebih baik fokus mengendarai sepeda motor supaya baik jalannya.

Khusus pekan lalu saya mendapati seorang pengemudi yang lain dari pada yang lain. Ketika pantat ini dihempaskan ke jok motor, saya memilih untuk diam. Terlalu lama di bis membuat selera ngobrol saya hilang. Tanpa diduga ketika gas pertama keluar sang pengemudi bertanya-tanya kepada saya. Pertanyaan yang biasa saya tanyakan kepada para pengemudi (ini bukan karma ya hehe). Dia menanyakan kerja dimana, kalau pulang kerja jam berapa, berangkat kerja jam berapa dan lain sebagainya. Sepanjang perjalanan dia yang lebih berinisiatif membuka percakapan. Sebagai penumpang yang baik saya pun menjawab semua pertanyaannya. Beberapa meter sebelum mencapai tujuan, saya ambil giliran untuk bertanya.

"Bapak ini full di gojek atau sampingan?"
"Sampiingan Pak."
"Sehari-hari kerja di mana?"
"Di Kawan Lama. Jadi pelayan!"
"Pantas," kata saya dalam hati. Profesi resmi dia menjawab mengapa dia banyak bertanya. Ternyata dia biasa menghadapi dan menggali kebutuhan pelanggan.

Thursday, July 11, 2019

Prosedur Mencari Jodoh Tanpa Pacaran

Di dalam mencari calon istri, saya tidak mau mencari sendiri. Karena saya khawatir kalau mencari sendiri, yang lebih berperan adalah mata lahir, bukan mata bathin saya. Apalagi istri ini untuk dijadikan teman pendamping seumur hidup. Kalau salah mendapatkan bisa berabe. 

Makanya ketika saya memutuskan menikah saya memakai jalur ta'aruf tidak jalan yang lain. Prosedurnya adalah sebagai berikut. Pertama-tama saya mendatangi seorang ustadz yang saya percayai. Kemudian saya menyerahkan curiculum vitae diri saya di mana di dalamnya terdapat kriteria istri yang diidam-idamkan.

Tak lama kemudian, saya mendapatkan sebuah amplop yang berisi biodata seorang perempuan. Saya disuruhnya untuk melaksanakan sholat istikharah memohon petunjuk. Namun setelah berkali-kali sholat istikharah, saya tidak mendapatkan tanda-tanda apa pun. Apakah itu tanda-tanda alam atau yang lainnya. Kalau bahasa Pak Yohanes Surya, semesta tidak mendukung. Sempat dalam hati terselip pertanyaan : apakah saya tidak berjodoh dengan si dia?

Karena penasaran akhirnya saya mendatangi ustadz yang saya percaya ini. Saya utarakan isi hati saya. Sudah berkali-kali menunaikan sholat istikahrah, tetapi belum ada tanda-tanda yang menguatkan bahwa nama di dalam amplop ini tercipta untuk saya. Karena saya ingat betul penjelasan guru agama saya waktu SMA, kalau seseorang itu jodoh kita itu ada tanda-tandanya. Entah itu lewat mimpi atau tanda-tanda lainnya. Nah, sampai sejauh ini saya belum mendapatkan tanda-tanda tersebut.

Awalnya saya mengira, sang ustadz ini akan menenangkan perasaan saya. Tapi ternyata tidak. Dia malah menegur saya agak keras.
"Ente kalau memang dia jodoh, pasti akan sampai ke pernikahan. Pasti akan ada janur kuning melengkung nantinya. Kalau bukan jodoh Ente pasti enggak bakalan jadi menikah."
"Oh begitu."Jujur saya agak kaget mendengar penjelasannya.
"Bagaimana? Mau lanjut prosesnya?"
"Lanjut ustadz!"Jawab saya mantap.

Dan benar akhirnya singkat kata, saya menikah dengan perempuan ini. Menjadi istri dan anak-anak saya. Saya juga teringat ada ceritanya kawannya kawan yang berkali-kali gagal menikah. Kalau memang bukan jodoh memang ada penghambatnya. Kalau yang ini gagalnya disebabkan oleh mobil yang mogok di perjalanan. Akibatnya datang telat ke rumah calon mempelai wanita. Ketika dia datang, calon mertuanya marah-marah dan membatalkan rencana pernikahan.

Namun selain itu dari proses pernikahan saya ini, saya mendapatkan insight yang lain. Bahwa dalam melaksanakan cita-cita; mempunyai hajat jangan hanya mengandalkan doa kepada Alloh SWT semata, tetapi harus ada upayanya. Kita hanya wajib berusaha dan biar Alloh SWT yang menentukan. Demikian.

Wednesday, July 10, 2019

Kisah-kisah

Sepasang suami istri bertekad untuk mentertibkan pemakaian gadget di rumah. Dibuatnya jadwal kapan saat bermain gadget dan kapan tidak. Selain itu kalau sedang tidak bermain gadget disediakan kegiatan alternatif. Terkadang ayah atau ibunya menemani anak-anaknya bermain. Dan yang paling penting adalah kedua orang tua ini menjauhkan gadget dari mereka. Kalau ada hal yang penting pasti teman, sanak saudara akan menelpon langsung; tidak kirim SMS atau whats app. Karena aturannya ditegakan, maka kalau jam main gadget sudah selesai, sang anak meletakannya tanpa harus diberi tahu.

Seorang siswa SMA diledekin teman-teman sepermainan di lingkungan rumahnya karena tidak pernah nongkrong dan begadang bareng. Dia dibilang tidak bermasyarakat, tidak bergaul tidak apalah. Siswa ini tidak pernah keluyuran karena bapaknya tidak pernah keluar malam-malam kalau tidak ada keperluan.

Seorang anak laki-laki sedang kangen dengan bapaknya yang belum pulang dari kerjanya di luar kota. Dia membersihkan lantai kamar mandi yang sudah terlihat kotor. Biasanya ayahnya suka membersihkan di akhir pekan. Membantu sang istri yang lima hari mengurus anak-anak dan rumahnya.

Setiap adzan subuh atau maghrib sang bapak langsung menghentikan aktivitasnya. Setelah itu dia mengambil wudhu di kamar mandi. Kalau sudah selesai dia baru menyuruh berwudhu dan terus mengajak sholat berjamaah di masjid.

Setiap selesai sholat maghrib, sang ibu membacakan buku ke anak-anaknya. Malah yang paling tua memilih dan membaca bukunya sendiri. Tak ada lagi gadget. Setelah membaca mereka langsung tidur karena mereka terbiasa untuk bangun pagi-pagi.

Kisah-kisah ini menginspirasi saya dan saya bertekad untuk mencontohnya.

Tuesday, July 9, 2019

Selfi-Posting



"Kok kamu bisa ya menulis setiap hari."

"Bisalah."

"Memang ada waktunya?"

"Ada. Menulis bagi saya, baik itu di dinding facebook atau blog, itu seperti mengunggah foto atau insta story seperti kamu."

"Oh begitu?"

"Iya. Inilah bentuk selfi saya. Kalau orang-orang memoto diri sendiri, kalau saya dengan tulisan"

"Kapan kamu bikin tulisannya? Ganggu kerjaan kantor, enggak?"

"Saya mengerjakannya setelah jam kantor atau satu dua jam menjelang jam dua belas malam. Deadline Cinderella kalau teman-teman komunitas tiga puluh hari berkarya bilang."

"ooo....kirain."

Saya bukanlah tipe manusia yang senang difoto, termasuk istri saya. Jadi kalau ada momen bagus atau tempat instagramable, sikap saya biasa-biasa saja. Seperti keyakinan bahwa matahari masih terbit di sebelah timur.

Ditambah lagi kalau selfi atau swafoto hasilnya kurang bagus. Kurang fotogenit eh photogenic. Saya sendiri merasa aneh kalau melihat hasil foto saya sendiri. Apalagi orang lain. Saya akan terlihat sedikit bagus kalau foto bersama orang-orang dekat saya. Anak-istri, sanak-saudara dan teman-teman dekat. Sepertinya keceriaan mereka berimbas kepada saya. Oleh karena itu definis selfi bagi saya adalah memposting tulisan.

"Kalau selfi dimana aja?"

"Seringnya di blog. Baik yang gratisan atau berbayar. Jarang di social media seperti facebook apalagi instagram. Ini juga saya posting di facebook karena ketentuannya harus posting di facebook. Bukan di blog."

"Kenapa nyaman di blog?"

"Soalnya di blog tidak seperti godaan di facebook ataua instagram. Kalau di blog selesai posting ya selesai. Langsung matikan laptop. Tapi kalau di facebook apalagi di instagram, biasanya suka lihat sana-sini. Karena keasyikan tahu-tahu menghabiskan waktu sejam dua jam. Makanya saya enggak berani pasang facebook apalagi instagram di handphone. Takut tergoda. Ibaratnya facebook dan instagram itu seperti mirasantika."

"Nah, sekarang ini harus posting di facebook. Bagaimana caranya?"

"Biasanya saya buat dulu di blog saya. Setelah itu baru install aplikasi facebook dan posting di sana. Kalau sudah selesai, saya uninstall aplikasinya."

"Berarti install dan uninstall-nya bisa setiap hari."

"Iya."

"Bukan main."

"Saya takut terkena godaan social media yang t******k."

sumber gambar : free photo


Monday, July 8, 2019

Doa Untuk Istriku

Doakan Ibu.

Selalu. Ayah selalu mendoakan ibu.

Ayah doakan ibu apa?

Kuat dan sabar.


Suatu hari, istri saya menumpahkan kekesalannya kepada saya via WA. Beberapa masalah domestik seperti pompa ngempos tidak mau menarik air, kran patah tidak terjadi ketika saya ada di rumah. Seolah-olah masalah-masalah ini tahu kalau laki-laki dewasanya tidak ada di rumah di hari kerja. Belum lagi ditambah dengan harus mengasuk kedua anak kami.

Di satu sisi ada beberapa "kemajuan" yang terjadi pada istri saya. Karena kejadiannya bertepatan saya berada di Jakarta maka mau tidak mau dia harus menghadapi sendiri. Harus mengontak tukang yang dimintai tolong sampai mancing pompa yang tidak narik-narik.

"Sekarang Ibu berhasil mancing air."Kataa istri saya menunjukkan kebolehan barunya.
"Wah Ibu hebat. Mungkin Alloh sedang menyiapkan "sesuatu" buat Ibu."Kata saya.
"Ah, enggak mau. Kalau Ibu bisa mengerjakan sendiri. Berarti ayah sudah enggak ada."Balas istri saya. Dia merasa kalau semua bisa tanpa bantuan, saya akan menghadap Alloh SWT terlebih dahulu.
"Bukan itu. Kan kita sudah sepakat, Ibu duluan baru Ayah." Buat istri saya, dia akan merasa sedih sekali kalau suaminya lebih dahulu meninggal.
"Lagi pula Ayah selalu berdoa bisa mencapai usia seratus tahun. Ingin lihat Abang mandiri." Abang, adalah anak pertama kami. Alhamdulillah dia dianugerahi ADHD.
"Oh iya ya."
"Siapa tahu Ayah jadi Walikota Bandung. Kan enggak elit kalau ada kunjungan presiden, dicari-cari. Kemana Pak Walinya? Maaf Pak Walinya lagi mancing air. Dari tadi enggak naik-naik.

Dan mudah-mudahan Alloh memang mengabulkan doa saya agar dia sabar dan kuat. Karena kami tidak tahu apa yang terjadi esok hari.

Saturday, July 6, 2019

Apa Tujuannya?


Memberikan perintah memang ada seninya tersendiri. Terkadang perintah yang diberikan harus memperhatikan kemampuan anak buah.

Ada sebuah kisah di sebuah perusahaan. Perusahaan tersebut baru membeli mesin baru. Sang atasan memanggil bagian maintenance untuk memeriksa fungsi mesin yang baru dibeli. Apakah mesinnya bisa berfungsi dengan baik sesuai dengan peruntukannya.

Bawahannya di maintenance ini langsung melaksanakan perintahnya. Mesin ini rencananya akan digunakan untuk mengisi (filling) hasil proses ke dalam wadah packaging primer. Hasil pemeriksaan mesin tersebut kurang presisi untuk pengisiannya. Lostnya terlalu besar. Kalau dipakai di kemudian hari akan memberikan kerugian. Setelah selesai, dia langsung melaporkannya ke atasannya : mesin ini tidak berfungsi dengan baik untuk peruntukannya.

Selanjutnya sang atasan menginstruksikan tugas baru. Tugasnya adalah untuk memeriksa safety dari mesin. Tugas ini pun langsung dikerjakan dengan baik. Hasilnya adalah mesin tersebut tidak safe. Di bagian tertentu ada yang "nyetrum". Ini bisa membahayakan operator yang mengoperasikan mesin ini nantinya.

Sang atasan manggut-manggut mendengarkan laporannya. Setelah itu dia langsung ngomong:
"Sebenarnya, saya ingin tahu apakah mesin ini kayak diterima dan dibayar. Jadi kamu tidak hanya bilang mesin ini begini atau begitu"

"Bapak enggak ngomong dari awal sih."Sang bawahan membalasnya. Maksudnya adalah sang atasan tidak pernah menjelaskan tujuan semua perintah yang dilakukan. Dia hanya memberikan instruksi-instruksi yang terpisah.

Setelah itu sang anak buah langsung melakukan beberapa tindakan yang dibutuhkan untuk keperluan ini. Beberapa hari kemudian dia datang melaporkan kembali. Hasil laporannya merekomendasikan bahwa mesin ini tidak bisa diterima; harus dikembalikan ke produsennya. Di laporannya, ada beberapa hasil pemeriksaan parameter yang mendukung rekomendasinya. Atasannya tersenyum puas. 
"Makanya lain kali kalau kasih perintah jelaskan dulu apa tujuannya. Jangan main perintah-perintah aja."Ternyata bawahannya masih menyimpan "rasa" itu.

Atasannya malah tertawa mendengar komentar bawahannya, sekaligus menyadari kekeliruannya dalam memberikan perintah.

sumber gambar : Geralt

Di Mana Ada Kemauan Di Situ Kita Membangun Jalan


Apakah ada cita-cita atau keinginan  kita yang belum terwujud? Kalau belum, kemungkinannya ada dua. Pertama Alloh SWT mempunyai rencana yang lebih indah; menggantikannya yang lebih baik. Kedua ternyata kita memang enggak pengen-pengen amat.

Sekarang coba kita periksa hal-hal apa yang sudah kita lakukan untuk mencapainya? Jangan-jangan memang kita belum melakukan apa-apa, baru sebatas ingin dan berdoa saja (walau pun berdoa adalah hal yang baik juga). Kalau baru segini upayanya, maka kita harus maklum kalau belum terjadi apa-apa. Makanya ada yang memberi saran ungkapan "di mana ada kemaun di situ ada jalan" direvisi menjadi "di mana ada kemauan di situ kita membangun jalan". Jadi jalannya harus kita adakan, bukan hanya maunya.

Mencapai cita-cita; mewujudkan keinginan membutuhkan pengorbanan. Bisa itu mengeluarkan uang, meluangkan waktu, memeras tenaga dan fikiran.

Di dalam pekerjaan ada tools namanya 4 DX, The 4th disciplines of execution. Ini ada karena untuk menjawab permasalahan lemahnya eksekusi dari strategi. Bagusnya sebuah strategi tidak berarti apa-apa kalau tidak dieksekusi. Diciptakannya tools ini berarti banyak yang bermasalah dengan eksekusinya. Kabar gembiranya adalah ternyata kita tidak sendirian dalam masalah ini hehehe.

Kalau strategi dianggap sama dengan cita-cita atau keinginan, maka pendekatan tools 4DX bisa kita gunakan untuk mencapai cita-cita atau keinginan pribadi kita.

Di dalam 4DX ada empat bagian. Pertama tentukan Wildly Important Goal (WIG)-nya. Apa goal utamanya; cita-cita besar; keinginannya. Yang kedua tentukan lead measure-nya. Lead measure adalah tindakan yang bisa mengungkit/mencapai WIG-nya. Misal untuk WIG lulus Ujian Nasional, latihan soal sebanyak 50 buah Setiap hari. Untuk mencapai penjualan 100 juta, menghubungi 10 pelanggan baru Setiap hari. Untuk membuat novel, menulis minimal 200 kata setiap hari. Ketiga buat papan score board-nya. Papan score board ini untuk mengetahui progress pencapaian kita. Keempat melakukan WIG session. WIG session semacam menelaah dengan melihat score board di waktu dan tempat yang sama setiap pekan. Dari sini kita bisa menelaah sejauh mana pencapainnya. Sesuai dengan rencana atau tidak. Kalau ada yang sesuai, maka dilakukan inisiatif untuk mencapainya. Misal, dalam membuat novel jumlah tulisannya masih kurang karena ada kurangnya pengetahuan kita tentang lokasi jalannya cerita. Kita membuat inisiatif untuk mempelajarinya lokasi yang menjadi latar belakangnya.

Setelah bulan puasa ini saya punya keinginan ingin menambah hapalan bacaan Al-Quran. Jadi kalau sholat enggak mengandalkan kulhu sama kulya. Saya ralat sejujurnya bukan nambah tetapi mempunyai Hapalan, karena sebelumnya belum punya he saja hehe. Saya menargetkan hapal juz 30 akhir tahun ini. Kemudian lead measure-nya adalah menghapal 15 menit Setiap pagi. Ini juga sampai mereview sudah berapa surat yang dihapal. Memang saya akui, saya enggak sampai buat scoreboard untuk target ini. Alhamdulillah samapai sekarang sudah bertambah beberapa surat. Jadi kalau sholat sunah saya punya banyak pilihan untuk dibaca. Sejujurnya saya mengikuti 30 Hari Berkarya bertujuan menghasilkan sebuah karya tulisan. Karya tulisan ini adalah WIG-nya, menulis setiap hari minimal 200 kata adalah lead measure-nya, Melaporkan di groupWA 30 Hari Berkarya sebagai score board sekaligus WIG session. Mudah-mudahan bisa konsisten dan menjad sebuah karya beneran.

Thursday, July 4, 2019

Cerita Bagian Dua

Orang yang disebut sebagai saudara kembaranya, sebenarnya tidak layak untuk dipanggil begitu. Aji, rambutnya lurus, dipotong pendek dan selalu rapih belah pinggir sebelah kanan. Sedang orang ini berambut ikal, ke sana kemari mengikuti gerakannya yang tidak mau diam. Jadi mereka berdua adalah saudara kembar beda bapak beda ibu dan beda kelakuannya. Yang membuat layak dipanggil bersaudara hanya semata-mata namanya sama. Orang itu bernama Aji juga. Tepatnya Sangaji. Untuk memudahkan dan tidak tertukar, biasanya teman-teman memanggilnya Aji Samiaji dan Aji Sangaji.

Aji Samiaji hanya mengamati tingkah laku temannya yang satu ini. Dia tidak sudi untuk bergabung dengan orang-orang untuk menyambut dan mengelu-elukan. Karena dia tahu Aji Sangaji akan datang menemuinya.

"Eh, mana kembaran gua? Dia datang kan?"Tanya sambil gelagapan. Pandangannya menyapu seluruh penjuru ruangan, Matanya berkeliaran mencari Aji Samiaji."Nah itu dia."Akhirnya dia menemukannya. Dan langsung dia menuju meja dimana Aji Samiaji berada.

"Hallooo....gimana kabarnya Bro?"Sapanya sambil mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi siap untuk memeluk siapa pun yang di depannya.

"Baik."Dibalasnya cukup dengan sebuah jabat tangan yang erat. Aji Sangaji mengguncang-guncangkan tanpa mau buru-buru melepaskannya. Setelah dirasa cukup puas, dilepaskan tangan kawannya ini dan langsung duduk berhadapan.

"Gimana Bro? Lu dah jadi direktur?"Tanyanya langsung.
Aji Samiaji hanya tersenyum.
"Sama gua juga belum jadi apa-apa. Eh, Lu masih di tempat yang lama?"
"Iya."
"Betah amat."
"Ya. Habis gimana lagi. Mau pindah kemana."
Aji Sangaji hanya mengangguk-angguk tanpa kata-kata.
"Gimana Ibu Lu?"
"Ya begitu deh." Jawabnya datar.
Untuk beberapa waktu dan tempat berhenti sejenak.
"Sorry Ji. Gua enggak bermaksud begitu sama Lu."
"Enggak apa-apa. Gua tahu kok."
"Thanks Brother", Aji Sangaji menarik nafas pelan."Gua tahu Lu orang yang kuat."Tangannya memegang erat pundak Aji Samiaji.
"Makasih. Gimana kerjaan Lu? Dah pindah lag?"
"Ha ha ha ha ha. Iya!"

Wednesday, July 3, 2019

Cerita Bagian Satu


Sedari sore rumah makan khas sunda di jalan utama kota Bekasi sudah dipenuhi orang. Selepas maghrib semakin banyak yang datang. Malam ini adalah acara halal bi halal SMA 300 Bekasi angkatan 97. Acara halal bi halal rasa reuni dipenuhi dengan obrolan yang ramai. Sesekali gelak tawa terdengar. Para undangan ini sedang mengulangi memori suka suka dan dukanya waktu masih berseragam putih abu-abu.

Salah satu peserta ini adalah bernama Samiaji. Berbeda dengan teman- temannya dia memilih untuk berdiam di sebuah sudut yang terhalang tiang bangunan. Tangannya asyik memijit- mijit layar gawainya. Sesekali dia melambaikan tangan menjawab setiap sapaan temannya sambil tidak lupa tersenyum. Setelah itu dia kembali ke aktivitas semula. Sudah cukup lama, Aji, panggilan Samiaji berkomunikasi melalui What's App dengan istrinya di rumah.

Ayah sudah sampai di tempat.
Ibu sedang apa?

Ibu sedang baringan.
Seharian ini capek menemani anak-anak main.

Ibu bagaimana?

Ibu? Tadi agak susah makannya. Mau nunggu ayah pulang. Harus dibujuk dulu baru mau makan. Tadi habis isya sudah tidur.

Aji, menghela nafas dalam-dalam. Matanya menatap dalam-dalam tulisan istrinya.

Makasih ya Bu?
Sudah jadi ibu yang baik. Sudah jadi anak yang baik.
I love You.

Love you too.

Aji menyudahi percakapannya dengan sang istri. Dalam hidupnya pesan istrinya adalah pesan yang paling penting sedunia. Tidak peduli sedang rapat dengan atasannya; bahkan mungkin dengan presiden kalau ada pesan atau panggilan telefon dari istrinya pasti akan diangkatnya.

“Ji!” Seseorang memanggilnya. Aji mencari sumber suara. Suara tersebut dari dari Sri, sang bendahara kelas pada zaman sekolah dulu.”Tuh kembaran Lu datang.”Katanya sambil menunjuk seseorang yang baru datang. Sepertinya dia adalah orang yang paling terakhir datang di acara ini.
Mata Aji tertuju pada seorang pria. Semua orang memandangnya. Dia sapa semuanya. Tidak lupa senyumnya yang manis mengembang di mulutnya.

Tuesday, July 2, 2019

Media Untuk Selfi-postingan

Dari sekian media yang ada, menurut saya blog adalah media yang paling cocok untuk kegiatan tulis-menulis. Walau pun mungkin bagi sebagian orang blog sudah kurang populer dibandingkan dengan "adik-adiknya" seperti facebook, twitter apalagi instagram.

Namun karena ketidakpopuleran-nya yang membuat saya nyaman. Blog ini seperti terpisah dari keramaian dan kita bebas mau melakukan apa saja tanpa harus menjadi pusat perhatian. Dan kalau pun ada yang berkunjung ke blog kita, boleh ditebak sebagian besar memang menyukai tulisan-tulisan kita. Ditambah lagi tidak ada pembatasan panjang tulisan seperti halnya twitter atau instagram.

Perkenalan pertama saya dengan per-blog-an adalah saat mencoba multiply di tahun 2008. Dari situ saya mulai ketagihan untuk menulis. Dan dari situ pula bertemu dengan teman-teman baru di dunia maya. Namun semuanya berakhir, ketika negara api menyerang, eh maksudnya ketika facebook datang. Semua berbondong-bondong pindah ke facebook. Multiply-nya jadi sepi.

Pada awalnya saya tidak mau ikutan pindah, tetap bertahan. Namun karena semakin sepi, saya ikut-ikutan pindah. Boleh dibilang saya termasuk orang-orang terakhir yang memakai facebook. Sampai-sampai ada teman "menyindir" : akhirnya Lu maen facebook juga.

Setelah multiply mati, maka kegiatan ngeblog saya coba merambah ke blogspot dan wordpress. Beberapa akun saya buat di dua platform ini. Nah setelah sekian lama berkecimpung di sana, banyak yang menyarankan untuk memakai wordpress.org dengan memakai top level domain seperti .com, .net dan lainnya. Pokoknya berbayar dan tidak gratisan. Alhamdulillah sekarang saya mengelola dua blog dengan akhiran dot com.




Monday, July 1, 2019

Konsep Piknik Itu Sebenarnya Gampang


Tulisan ini dibuat bersamaan dengan masa liburan anak-anak sekolah. Bagi yang mempunyai keleluasaan waktu dan keleluasaan ekonomi bisa mengisinya dengan berlibur atau piknik. Maka hari-hari ini status di media sosial mulai dihiasi foto-foto dan status tentang liburannya.

Kembali ke masalah piknik. Menurut saya konsep piknik itu gampang sekali.  Konsepnya adalah seseorang dikatakan pergi piknik; jalan-jalan kalau mengunjungi suatu tempat yang jauh dari tempatnya. Tidak peduli tempat itu dikategorikan tempat wisata atau bukan. Biar lebih jelas saya kasih contoh. Saya kuliah di Bandung selama enam tahun. Kampus saya bertetangga dengan kebun Binatang Kota Bandung. Pertanyaannya adalah apakah selama kuliah itu saya sering ke kebun binatang? Jawabannya hanya sekali. Itu juga karena mengantar saudara. Andaikan tidak ada saudara yang diantar, mungkin saya tidak pernah berkunjung ke kebun binatang. Karena setiap hari melewati tempat tersebut, membuat saya sehingga tidak ada keinginan mengunjunginya. Kesannya biasa-biasa saja. Padahal orang-orang dari jauh, datang dengan kendaraan, ada yang pakai bis mengunjungi kebun binatang di akhir pekan. Sementara saya yang tinggal berapa langkah tidak berkunjung ke sana.

Friday, June 28, 2019

Bicara Passion


"Kamu passion enggak mengerjakan semua tugas ini?"
"Kalau saya berusaha untuk mengerjakan sebaik mungkin setiap tugas yang diberikan."
"Sebenarya passion kamu apa?"
"Apa ya? Eh passion itu apaan sih?"

Sejujurnya saya tidak mengenal istilah passion sebelumnya. Passion mulai ramai dibicarakan oleh mereka yang disebut sebagai milineal (generasi kelahiran tahun 1981-1994). Jadi kalau ditanya passion dalam bekerja, dalam benak kami pasti menjawab: punya kerja aja sudah untung.

Thursday, June 27, 2019

Perubahan Dipimpinn Oleh Pimpinan

Pada hari rabu kemarin saya berkunjung ke sebuah pabrik pembuat alat berat di daerah Cakung Cilincing Jakarta Timur. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk berbagai pengalaman perusahaan ini mendapatkan Deming Prize dari The Union of Japanese Scientists and Engineer. Perlu diketahui bahwa Deming Prize adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil menerapkan Total Quality Management (TQM). Deming Prize terinspirasi dari nama William Edwards Deming, seorang ahli statistik Amerika yang telah membantu membangkitkan perekonomian Jepang setelah Perang Dunia II. Dan perusahaan yang kami kunjungi ini adalah perusahaan pertama dari Indonesia yang memperoleh penghargaan ini.

Tuesday, June 25, 2019

Lebih Susah Dari Mencari Istri


Setiap ada pelamar yang gagal diterima, biasanya dihibur dengan kata-kata : tidak diterima di perusahaan ini bukan berarti tidak diterima di tempat lain. Mudah-mudahan bisa menuai sukses di tempat lain.

Sepintas ini ucapan untuk "menenangkan" orang yang gagal tetapi sejujurnya ini benar adanya. Saya berani mengatakan bahwa mencari pekerjaan itu seperti mencari calon pasangan hidup. Seperti halnya banyak perempuan yang cantik tapi hanya satu yang menjadi istri kita yaitu kamu. Kira-kira apa yang membuat kita memilih si dia untuk jadi istri kita? Karena dia anak tunggal, anak orang kaya, bapaknya sudah tua banyaknya kesamaan antara kita dengan istri kita. Baik itu kesamaan iman, suku, hobi dan lain-lain.

Monday, June 24, 2019

Cara Diterima Kerja


Bagi sebagian orang adalah sebuah keanehan kalau seorang lulusan sarjana kimia bekerja di bidang sumber daya manusia. Kalau saya ditanya orang kerja di bagian apa dan menjawabnya dengan menyebutkan di bagian HRD, kemungkinan besar sang penanya melontarkan pertanyaan susulan :

"Kok bisa ya kerja di HRD?"
"Pasti bisa. Dulu waktu kuliah saya mempelajari ikatan antara atom dan struktur. Nah sekarang saya bekerja di bagian Organization Development yang menguruis masalah struktur organisasi. Jadi saya fikir masih nyambung sama pekerjaan sekarang." Sejujurnya ini jawaban asal. Sampai saat ini saya belum mendapatkan jawabann yang tepat, mengapa seorang sarjana kimia bisa bekerja di HRD.

Sunday, June 23, 2019

Apa Salahnya Bekerja di Perusahaan Kosmetik


Begini nasib kalau orang kerja di perusahaan kosmetik. Setiap kali berkenalan dan menyebutkan pekerjaan, lawan bicara langsung berubah dan bertanya : bagian apa Mas?

"HRD."Jawab saya pendek.
"Oooo. Kiraian bagian yang nyoba-nyoba produk."

Mungkin yang terbayang di kepala yang bertanya, saya ini setiap harinya duduk di kursi dan mencoba semua jenis produk kosmetik. Terus masih dalam bayangannya saya sedang mencoba bedak dan lipstick dari berbagai nomor dan merek secara terus menerus. Padahal kenyataannya enggak begitu.

Thursday, April 25, 2019

Deutsch Anhänger von Cikarang*


oleh : hasan abadi kamil

Hari sudah jauh malam ketika sampai di terminal baru Cikarang. Sampai sekarang saya tidak mengerti dengan angkot-angkot di Cikarang. Dalam mencari penumpang, jarang sekali mereka mau ngetem giliran. Satu angkot ngetem, yang lain tunggu giliran. Yang ini tidak, semua angkot pada ngetem dan semuanya sibuk mencari penumpang.

Untungnya tidak terjadi gesekan ketika ini terjadi. Cuma satu yang dirugikan : para penumpang. Sebagai penumpang harus menahan sabar karena terkadang angkotnya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk ngetem. Saya sendiri pernah merasakan ngetem sampai setengah jam!

Biasanya yang rutin "berlangganan" angkot di Cikarang punya trik sendiri. Kalau ditawari, biasanya menolak, dan untungnya para calo dan supir itu tidak ngotot "memaksa" penumpang. Kita pura-pura berjalan, dan ketika ada angkot yang nyodok, langsung memberhentikannya. Kita terhindar dari waktu ngetem yang lama.

Tepat pada malam sabtu itu saya menyetop angkot K17 yang sedang buru-buru. Karena kosong, saya memilih duduk di depan di samping pak supir yang sedang bekerja, mengendarai angkot supaya baik jalannya :).

"Malam ini pembukaan piala dunia ya?" Tanya sang supir. Kalau dari perawakannya sudah berumur juga.

"Iya. Pak. Bapak dukung siapa?"

"Saya mah dukung Jerman." Dia menceritakan bahwa dia mendukung Jerman mulai dia mengerti sepak bola.

"Si Muller, Hasler. Pokoknya "Er", "Er" nama pemain Jerman. Kalau Klose, Kuranyi itu kayaknya dari timur (mungkin maksudnya Eropa Timur)."

"Jangan-jangan nama anak Bapak juga ada Er-nya juga?" Tanya saya.

"Enggak. Susah manggilnya." For your information anaknya perempuan, tapi sedari kecil sudah dikasih seragam kesebelasan Jerman. Miroslave Klose dan Podolski bukan orang Jerman asli, mereka adalah orang Polandia. Bahkan ketika piala dunia 2006 di Jerman, Podolski "harus" menahan perasaan ketika menyarangkan bola di gawang Polandia, sementara orang tuanya duduk di barisan pendukung Polandia.

"Kenapa sih Bapak suka sama Jerman?"

"Wah saya mah gak tahu. Pokoknya resep aja ama Jerman. Mainnya kaku.  Saya kalau nonton liga Inggris atau Itali kalau ada orang Jermannya pasti saya dukung. Kayak si Bierhoff di Udinese, saya tonton. Terus kayak Lehman di Arsenal, saya dukung."Tandasnya."Saya juga suka ama Michael Shcumacher yang balapan itu. Terus saya juga seneng Boris Becker sama Stefi Graff. Dulu pas masih maen saya suka nonton."

Hei, hei, nih orang benar-benar pendukung Jerman sejati. Termasuk dia suka sama Scorpion, weleh..weleh.

"Kalau boleh masang lambang Nazi, saya pasang." katanya. Saya tertawa. Di Jerman lambang swastika Nazi itu sama haramnya dengan lambang palu arit di Indonesia.

"Dan saya paling enggak suka sama Belanda!" Tambahnya lagi. Saya tertawa keras, karena saya pendukung setia Belanda.

*Pendukung Jerman dari Cikarang

sumber gambar : pixabay
pernah di posting di sini

Wednesday, April 24, 2019

Haji Gusur


oleh : hasan abadi kamil

Kalau dari silsilah saya merupakan "campuran" dua suku. Bapak Sunda, Emak Betawi. Walau pun lahir di daerah Subang, namun sebagian besar hidup saya dibesarkan oleh sosio-kultural Betawi di daerah Bekasi. 

Bekasi yang merupakan daerah penyangga Jakarta, memiliki perbedaan walau pun sama-sama kultur Betawi. Bahasa kerennya kalau betawi di Jakarta disebut betawi pusat sedangkan yang di pinggiran Jakarta disebut betawi pinggiran. 

Kalau diperhatikan ada perbedaan kosa kata dan dialek antara pusat dan pinggiran. Untuk betawi pusat biasanya bicaranya banyak diakhiri oleh bunyi "e". Kalau betawi pinggiran tidak melulu diakhiri bunyi "e". Apalagi untuk daerah Cikarang sudah ada tambahan kosa kata yang berasal dari Bahasa Sunda.

bahasa indonesia              betawi pusat                  betawi pinggiran
bapak                                 babeh                            baba
ibu                                      nyak                              emak
kesenian lenong                lenong                           topeng
saya                                   aye, gue                        saya, gua

Orang Betawi sebenarnya agamis (baca Islam). Ini bisa dilihat dari upacara pernikahan dan khitanan. Maka tak heran kalau seseorang sekaliber M. Natsir pernah berkata, jarang sekali ditemukan orang betawi beragama di luar agama Islam.

Salah satu cita-cita orang Islam adalah menunaikan rukun Islam yang ke-5, pergi haji , menjadi tamu Alloh di Mekkah. Ini juga merupakan impian orang-orang betawi. Maka tak heran kalau ada seorang pelawak dari group Limau pada audisi API di TPI salah satu cita-citanya, kalau menang kontes, adalah memberangkatkan kedua orang tuanya untuk pergi haji.

Dalam rangka naik haji, salah satu caranya adalah dengan menjual banda (harta) yaitu tanah (kalau yang punya tanah). 

Pada tahun 80-an sampai 90 awal, seiring berkembangnya kota Jakarta maka dibutuhkan daerah industri dan perumahan di pinggiran Jakarta. Diliriklah daerah sekitar Tangerang dan Bekasi. Maka di saat itu banyak bermunculan Haji Gusur. Yaitu orang yang menunaikan ibadah haji karena setelah mendapatkan biaya penggantian penggusuran. Makanya dalam ceramah-ceramah ratiban orang yang mau pergi haji, Pak Ustad selalu menekankan ada tiga surat yang diperlukan untuk naik haji. Satu surat al-fatihah, kedua surat al-baqarah dan yang ketiga adalah surat tanah.

Dalam menunaikan ibadah ini mereka tidak berfikir setelah pulang dari Mekkah mau ngapain, soalnya kebun dan sawahnyasudah digusur dan duitnya sudah habis untuk naik haji. Biasanya dengan mantap mereka berkata, tidak ada yang miskin karena pergi haji (walau pun sawah ladangnya sudah berubah menjadi perumahan dan industri). Semangat beragama-nya lah yang menjawab ini.

Engkong dan nenek saya termasuk dalam angkatan haji gusur, sedangkan emak bapak saya sudah tidak termasuk lagi. Karena sudah tidak ada lagi sawah dan kebun yang bisa dijual untuk naik haji. 

Seiring beralihnya tanah-tanah dari pribumi ke pendatang maka seharusnya bergeser pula cara mendapatkan biaya untuk menunaikan haji. Seiring perkembangan zaman maka orang-orang betawi harus bisa menyesuaikan juga dengan perubahan zaman, ikut dalam kemajuan pembangunan dan ekonomi. Jangan hanya menjadi penonton kesuksesan orang lain. Pergi hajinya tetap ada, tetapi cara mencapainya bisa berbeda, asal halal. Setelah era haji gusur berakhir maka digantikan dengan haji biaya sendiri, haji karena nabung , haji karena keuntungan usaha dan lain-lain.

epilog
#1
Teman saya, seorang supir, mempunyai seorang boss, yang kebetulan bukan orang betawi. Sambil menyetir dia mendengarkan "suara" majikannya. "Lihat orang betawi kerjanya cuma nongkrong-nongkrong saja. Bagaimana bisa maju."
Teman saya hanya terdiam.
#2
Kebetulan abang saya ada yang kerja di Pertamina karena dia tukang insinyur. Dia mempunyai supir di kantor yang sama-sama orang betawi. Dia tampak bangga ketika ada orang betawi bisa masuk pertamina lewat jalur insinyur bukan supir seperti dia. Dia cuma bilang, coba bapak saya semaju pikiran bapak. mungkin saya tidak jadi supir.
#3
Dulu pas kuliah di Bandung saya ketemu dengan seorang pemuda dari Gabus (masih kabupaten Bekasi, dari Tambun  ngalor terus lewat kampung Siluman, terus aja jangan belok-belok nah nanti juga ketemu). Dia tidak percaya kalau saya bisa kuliah negeri di Bandung. Dia fikir saya anak lurah dan pake duit pelicin. (lurah dari Hong Kong. Bapak Kita mah cuma guru SD. Tahu sendiri kan gaji guru berapa)

catatan :
kalau dirasa ada subyektifitas yang kental, mohon dimaafkan karena ini bukan tulisan ilmiah yang melalui riset mendalam dan didukung data yang penuh. Ini hanya tulisan sejauh pandangan mata saya.(yang bisa aja kelilipan)


sumber gambar : pixabay
pernah dimuat di sini

Prospek Pekerjaan Lulusan Kimia



oleh : hasan abadi kamil


“Lu sebaiknya wiraswasta aja…”
“Memang kenapa?”
”Soalnya lowongan kerja buat lulusan kimia sedikit sekali.Coba Lu liat lowongan kerja di koran. Kalau buat jurusan teknik sih banyak”

Pernyataan seperti di atas pernah terlontar dari seorang kawan. Seorang lulusan kimia akan sangat sulit mencari kerja. Pilihannya tidak lain kerja di laboratorium, jadi pengajar (dosen atau guru) atau sekolah lagi2!
Kalau mau iseng-iseng mengadakan survey, maka bisa disimpulkan hanya sedikit para calon sarjana kimia yang sudah mempunyai gambaran akan kerja di bidang mana (masalah nanti diterimanya di bagian apa, itu lain soal). Ya bisa dibilang seorang lulusan kimia jarang tahu dia akan bekerja di mana nantinya.

Padahal kalau kita menelaah lebih dalam range jenis pekerjaan seorang lulusan kimia itu begitu luas, baik yang berhubungan langsung maupun tidak dengan kimia. Bahkan kita pun bisa bersaing dengan ”saudara sendiri” di farmasi atau teknik kimia! Karena apa-apa yang dipelajari di departemen kimia begitu luas.

Fakta di lapangan ada alumni menjadi peneliti di LIPI, BPPT, ada yang bekerja di oil company, bekerja di perusahaan water treatment dan pengolahan limbah, Quality Control, formulator di perusahaan obat dan kosmetik, menjadi seorang bankir, seorang programer, marketing, bahkan yang membuka lapangan pekerjaan sendiri pun tidak sedikit.

Ada beberapa hal yang membuat hal ini terjadi.

Kurangnya gambaran masa depan yang bisa diperoleh seorang mahasiswa kimia di departemen. Kalau pun dapat itu atas usaha sendiri. Kita bisa belajar dari departemen matematika ITB yang mengadakan mata kuliah profesi. Isi kuliah tersebut adalah tentang gambaran bidang pekerjaan yang bisa digarap oleh seorang lulusan departemen matematika. Metode pembelajarannya adalah presentasi dari para alumni yang sudah bekerja di berbagai bidang. Baik itu ada hubungannya dengan matematika atau tidak.

Luasnya yang dipelajari di departemen kimia. Saking luasnya kita bingung ingin expert di mana. Ditambah lagi kurangnya kuliah yang bersifat terapan. Sebagai contoh adalah departemen farmasi (sekarang sudah jadi fakultas sendiri) sudah ada kuliah yang spesifik tentang obat dan kosmetik. Khusus kosmetik mereka sudah ada kuliah tentang mengetahui apakah formula kosmetik tersebut bisa ”terjadi” atau tidak. Pengenalan alat-alat pengolahan kosmetik dan metode identifikasi dari kosmetik. Baik itu memakai instrumen atau yang sederhana. Sebagai contoh kalau seorang masuk perusahaan kosmetik akan ditanya, bagaimana caranya mengetahui produk cream yang baik? Tidak memakai instrumen GC atau instrumen yang lain. Jawabnya cukup sederhana : Cukup dilihat hasilnya pecah atau tidak seperti pecahnya santan kelapa. Dan hal itu diajari di kuliah-kuliah mereka. Padahal kalau dilihat kasus-kasus di perusahaan kosmetik, banyak hal-hal yang bisa dipecahkan lebih mengena oleh seorang lulusan kimia. Namun karena kurangnya kuliah bersifat terapan maka itu membuat para lulusan kimia berguguran di awal atau kalau masuk harus bekerja ekstra keras untuk mengejar ketertinggalannya. Tak sedikit cerita kita dengar ketika mereka mentok di pekerjaannya, lulusan kima-lah tempat yang tepat untuk bertanya.

Selain mengadakan kuliah keprofesian dan kuliah yang bersifat terapan, solusi lain yang bisa diterapkan adalah menjalin hubungan yang erat antara departemen kimia dengan para alumni. Di sinilah kiranya forum ikatan alumni bisa berperan. Bagi seorang alumni kimia yang bekerja di bidang proses pasti akan merekomendasikan adik-adik kelasnya dibandingkan para lulusan teknik, karena berdasarkan pengalamannya lulusan kimia tidak kalah juga. Atau seorang alumni yang bekerja di perusahaan kosmetik akan memilih adik angkatannya karena untuk mereformulasikan produk kosmetik, lulusan kimia sama hebatnya dengan lulusan farmasi. Ada seorang sarjana kimia bekerja di bagian logistik di chemical company milik PMA karena asdir-nya lulusan kimia. Mudah-mudahan dasar pemilihan ini bukan atas dasar ”sependeritaan seperjuangan” melainkan karena kompetensi yang mumpuni. Dan yang paling luar biasa adalah ketika seorang lulusan kimia bisa membuka lapangan pekerjaan.

”Tulisannya bagus juga. Kenapa gak diomongkin ke departemen?”
”Jangan saya deh.”
”Kenapa?”
”Kalau saya yang ngomong kebanting.”
”Kenapa?”

”......”

sumber gambar : pixabay
pernah dimuat di sini

Berorganisasilah, Itu Lebih Baik!



Oleh : hasan abadi kamil

Salah satu saran dari Barack Obama untuk menghasilkan orang sekualitas dia, yang muda yang berkarya, ikutilah organisasi selama di bangku kuliah. Pesan ini juga yang disampaikan abang tertua saya ketika memasuki dunia kuliah. Kalau kuliah jangan Cuma belajar aja, begitu katanya.

Mengikuti organisasi di sini adalah dengan mendaftarkan diri di unit kegiatan kesenian, pendidikan, himpunan mahasiswa juruan/ departemen, keagamaan atau ekstrakulikuler lainnya. Mengikuti di sini juga berarti ikut dalam segala dinamika dan mencoba mendinamisasinya. Bukan hanya sekedar tercantum dalam kartu anggota atau numpang nokrong dan jadi ”jurig himpunan.”*

Dalam berorganisasi akan didapat soft skill, hal-hal yang tidak pernah didapatkan dari tebalnya buku teks dan atau mulut dosen. Walau pun mengambil kuliah Termodinamika sekali ambil**. Walau pun nilai kalkulus hatrick A***.

Soft skill itu meliputi cara mengemukakan ide, bekerja sama dengan orang yang berbeda ide dan latar belakang, menghadapi perbedaan dan lain sebagainya. Selain itu juga melatih membagi waktu dan konsentrasi. Ini akan terasa sekali ketika kita memasuki dunia luar kampus atau dunia kerja.

Beberapa kali saya mendapatkan anak buah dari sebuah sekolah kejuruan yang cukup terkenal di sebuah kota di provinsi Jawa Barat. Anak yang terbiasa berorganisasi biasanya lebih sabar, lebih luwes, lebih berinisiatif dan bisa mencapai sasaran kerja. Sehingga dalam perkembangan karir, kalau sebagai karyawan atau perkembangan usahanya kalau jadi wiraswasta lebih cepat bersinar walau pun kemampuannya biasa-biasa saja. Bisa jadi ini fakta yang bisa diperdebatkan, tapi itulah yang sering saya temui sehari-hari.

Note:
*Jurig himpunan secara harfiah adalah setan himpunan (Jurig = Setan. Sunda). Sebutan ini dialamtkan kepada anak-anak yang aktif di unit himpunan sampai-sampai makan minum main dan tidur di himpunan. Bukan berarti tidak punya rumah atau diusir dari rumahnya.
**Di departemen kimia ITB, kuliah termodinamika sempat jadi momok. Jarang sekali orang yang mengambil langsung lulus. Biasanya harus mengulang, bahkan sampai hattrick.
***Kalkulus terbagi menjadi tiga. Kalkulus 1, 2 dan 3. Waktu ngambil dapet nilai C, D dan E.

sumber gambar : pixabay
pernah dimuat di sini

Monday, April 22, 2019

Lampu-lampu yang Tidak Pernah Padam


oleh : hasan abadi kamil

Indonesia sedang dilanda krisis listrik sekarang. Cerita pemadaman bergilir sudah hal yang biasa. Termasuk di daerah Kebon Nanas Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.

Pemadaman bahkan bisa terjadi tiga kali dalam sebulan. Dan sekalinya pemadaman biasanya makan waktu berjam-jam. Namun beberapa ratus meter berjalan, ada dua titik yang jarang sekali mengalami pemadaman : perumahan sekretariat negara dan bona sarana indah.

"Wah, kalo sekneg ama bona mah jarang banget mati." Begitu kata Bang Usup, yang setiap malam mangkal dekat SDN Panunggan Utara 9 berjualan nasi uduk.
Pendapat Bang Usup ini pun diamini oleh orang-orang di sekitarnya.
"Kalo sekneg mati, kita nyala?" Tanya seorang pembeli.
"Enggak. Kalau sekneg mati, kita lebih parah lagi." Jawab Bang Usup.

Entah kenapa hal ini bisa berbeda, namun rumor yang beredar di masyarakat sekitar, perumahan sekneg dan bona sarana indah itu ada orang PLN-nya. Tentu rumor ini harus dibuktikan kebenarannya. Namun yang pasti karena setiap orang yang punya listrik bayar ke PLN, harusnya tidak boleh ada perbedaan jatah pemadaman, dengan alasan apa pun. Kecuali kalau memang listrik punya bapak moyang-nya orang-orang itu.

sumber gambar : pixabay
pernah dimuat di sini

Thursday, April 4, 2019

Enak!

Saya suka gelagepan, kalau ditanya soal makanan. Makanannya enak atau tidak?

Selama kuliah saya pernah tinggal di asrama mahasiswa. Sebuah tempat yang sebagian besar penghuninya adalah mereka yang tidak mampu membayar kost di luaran sana. Dan sebagian mereka belum tentu bisa makan tiga kali setiap harinya. Jadi sudah bisa makan saja sudah sebuah kenikmatan hidup. Karena bagi mereka di dua ini hanya ada dua jenis makanan : enak dan enak sekali.

Jadi tahu dong jawaban saya : Enak!

aku terlupakan zaman

tak apa-apa, 
aku terlupakan zaman, 
seperti sebutir pasir terbenam di hamparan pantai

aku yang tidak diingat
aku yang tidak disebut
aku yang tidak dicari
aku yang tidak dikunjungi

itulah aku

tak apa-apa

terlupakan waktu, bukan berarti aku tak ada


ketika mati datang

seperti hari yang mendung
berada di pojokkan
sendirian
dingin

Wednesday, March 6, 2019

aku

kalau kamu dilahirkan kembali, kamu ingin menjadi apa?

aku tidak percaya konsep reinkarnasi! aku tetap aku seperti sekarang ini.
aku tidak mau berandai-andai.

aku tetap aku.
aku yang tetap menunggu. 

Tuesday, January 15, 2019

Menemukan Kembali Motivasi

gunung tinggi kan kudaki, lautan luas kan kusebrangi... (gombalan angkatan 80an)


Dalam melakukan segala sesuatu, kita membutuhkan namanya motivasi. Motivasi adalah sebuah alasan (reasoning) yang menjawab kita melakukan sesuatu. Misalnya : untuk apa kita bekerja? Untuk makan, bayar kontrakan dan beli paket data untuk main mobile legend.

Motivasi inilah yang akan mengalir dalam sendi-sendi waktu dan diri kita; menjadi bahan bakar untuk melakukan apa saja. Semakin jelas motivasinya maka semakin (terasa) mudah untuk melakukan apa pun. Maka kutipan gombal khas remaja 80-an menjadi relevan : apa pun akan dilakukan untuk mencapainya.

Motivasi tertinggi adalah mencapai ridho Alloh SWT. Karena sejatinya, manusia (dan jin) diciptakan semata-mata hanya untuk beribadah kepada-Nya. Bagian sebagian orang awam, seperti saya butuh rasionalisasi agar motivasi agung ini bisa menancap di dalam hati. Saya bekerja agar mendapatkan penghasilan yang layak. Kalau sudah layak, maka kita tidak perlu meminta-minta lagi kepada orang lain.

Dalam bekerja pun ada motivasi yang menyertai. Selama saya bekerja lebih dari 13 tahun, saya pun mengalami pasang surut motivasi seperti orang-orang lain. Ada kalanya motivasi kita bekerja adalah untuk mengejar karir di perusahaan. Perusaahaan yang sedang berkembang dengan pertumbuhan tinggi biasanya menyediakan posisi-posisi baru yang belum terisi. Maka itu yang mendorong kita bekerja. Tapi pada suatu masa, motivasi bisa berubah. Misalkan kita ingin mengejar karir lagi di sini. Hal ini bisa karena dari dalam diri dan keluarga atau dari luar.Maka muncul motivasi baru. Motivasi dari bekerja dengan orang lain menjadi ingin bekerja dan menjadi pemilik usaha sendiri. Dengan motivasi baru ini, kita berusaha untuk menuntaskan semua pekerjaan, agar kita mumpuni kalau berusah nanti.

Namun masalah pun muncul. Menurut saran kebanyakan orang, kalau mau usaha, jangan buru-buru meninggalkan pekerjaan yang sekarang kita pegang. karena apa yang kita bakal usahakan belum jelas juntrungannya. Jadi kalau belum berjalan usahanya, kita masih punya back up. Karena perut harus diisi, karena anak-anak harus disekolahkan. Mulailah hidup di dua alam. Bekerja dan merintis usaha dilakoni dua-duanya.

Namun, kadang-kadang pekerjaan begitu banyak dan susah sehingga tak ada waktu untuk memikirikan usaha yang akan dirintis. Karena kalau kita meluangkan waktu untuk itu, maka pekerjaannya menjadi terbengkalai. Kalau kita sibuk bekerja, maka tak ada waktu untuk memikirkan usaha sendiri.  Akhirnya hidup di dua alam tidak bisa kita jalani, karena kita bukan sang kodok. Menurut orang-orang, kalau dalam kondisi seperti ini harus dipilih salah satunya. Mengundurkan diri untuk membuka usaha atau kembali menjadi pekerja. Karena usahanya masih gelap, maka saya memilih bekerja.

Kondisi ini mengantarkan saya pada jalan buntu. Satu sisi saya ingin berusaha, namun satu sisi saya harus mengerjakan tugas-tugas saya. Saya tidak mau dicap, tidak amanah. Di sinilah terjadi pergulatan batin yang tidak selesai-selesai. Di saat inilah kita perlu menemukan kembali motivasi untuk bekerja.

Setelah sekian, lama merenung, saya telah menemukan kembali motivasi saya bekerja. Motivasi saya di sini sudah mengalami pergeseran. Dari mau menjadi apa (what), tapi menjadi bagaimana (how). Seperti sebuah cerita mashur dari atasan saya. Di sebuah padang rumput yang luas, hiduplah singa dan kijang. Pertanyaan yang harus dijawab adalah bukan apakah kita mau menjadi singa atau kijang. Tapi kita menjadi yang tercepat. Karena kalau kita menjadi yang tercepat, kita akan bisa makan kalau kita menjadi singa. Kalau kita menjadi yang tercepat, kita akan selamat kalau kita menjadi kijang. Disitulah saya menemukan kembali motivasi saya bekerja.

Motivasi saya adalah saya hanya ingin anak-anak mengenal ayahnya ini seorang  yang bersungguh-sungguh. Mau itu bekerja atau usaha sendiri. Saya berharap ini diikuti oleh anak-anak saya. Karena bisa jadi ini yang mungkin hanya saya bisa berikan kepada mereka selain nama-nama yang menjadi doa.