Tuesday, January 15, 2019

Menemukan Kembali Motivasi

gunung tinggi kan kudaki, lautan luas kan kusebrangi... (gombalan angkatan 80an)


Dalam melakukan segala sesuatu, kita membutuhkan namanya motivasi. Motivasi adalah sebuah alasan (reasoning) yang menjawab kita melakukan sesuatu. Misalnya : untuk apa kita bekerja? Untuk makan, bayar kontrakan dan beli paket data untuk main mobile legend.

Motivasi inilah yang akan mengalir dalam sendi-sendi waktu dan diri kita; menjadi bahan bakar untuk melakukan apa saja. Semakin jelas motivasinya maka semakin (terasa) mudah untuk melakukan apa pun. Maka kutipan gombal khas remaja 80-an menjadi relevan : apa pun akan dilakukan untuk mencapainya.

Motivasi tertinggi adalah mencapai ridho Alloh SWT. Karena sejatinya, manusia (dan jin) diciptakan semata-mata hanya untuk beribadah kepada-Nya. Bagian sebagian orang awam, seperti saya butuh rasionalisasi agar motivasi agung ini bisa menancap di dalam hati. Saya bekerja agar mendapatkan penghasilan yang layak. Kalau sudah layak, maka kita tidak perlu meminta-minta lagi kepada orang lain.

Dalam bekerja pun ada motivasi yang menyertai. Selama saya bekerja lebih dari 13 tahun, saya pun mengalami pasang surut motivasi seperti orang-orang lain. Ada kalanya motivasi kita bekerja adalah untuk mengejar karir di perusahaan. Perusaahaan yang sedang berkembang dengan pertumbuhan tinggi biasanya menyediakan posisi-posisi baru yang belum terisi. Maka itu yang mendorong kita bekerja. Tapi pada suatu masa, motivasi bisa berubah. Misalkan kita ingin mengejar karir lagi di sini. Hal ini bisa karena dari dalam diri dan keluarga atau dari luar.Maka muncul motivasi baru. Motivasi dari bekerja dengan orang lain menjadi ingin bekerja dan menjadi pemilik usaha sendiri. Dengan motivasi baru ini, kita berusaha untuk menuntaskan semua pekerjaan, agar kita mumpuni kalau berusah nanti.

Namun masalah pun muncul. Menurut saran kebanyakan orang, kalau mau usaha, jangan buru-buru meninggalkan pekerjaan yang sekarang kita pegang. karena apa yang kita bakal usahakan belum jelas juntrungannya. Jadi kalau belum berjalan usahanya, kita masih punya back up. Karena perut harus diisi, karena anak-anak harus disekolahkan. Mulailah hidup di dua alam. Bekerja dan merintis usaha dilakoni dua-duanya.

Namun, kadang-kadang pekerjaan begitu banyak dan susah sehingga tak ada waktu untuk memikirikan usaha yang akan dirintis. Karena kalau kita meluangkan waktu untuk itu, maka pekerjaannya menjadi terbengkalai. Kalau kita sibuk bekerja, maka tak ada waktu untuk memikirkan usaha sendiri.  Akhirnya hidup di dua alam tidak bisa kita jalani, karena kita bukan sang kodok. Menurut orang-orang, kalau dalam kondisi seperti ini harus dipilih salah satunya. Mengundurkan diri untuk membuka usaha atau kembali menjadi pekerja. Karena usahanya masih gelap, maka saya memilih bekerja.

Kondisi ini mengantarkan saya pada jalan buntu. Satu sisi saya ingin berusaha, namun satu sisi saya harus mengerjakan tugas-tugas saya. Saya tidak mau dicap, tidak amanah. Di sinilah terjadi pergulatan batin yang tidak selesai-selesai. Di saat inilah kita perlu menemukan kembali motivasi untuk bekerja.

Setelah sekian, lama merenung, saya telah menemukan kembali motivasi saya bekerja. Motivasi saya di sini sudah mengalami pergeseran. Dari mau menjadi apa (what), tapi menjadi bagaimana (how). Seperti sebuah cerita mashur dari atasan saya. Di sebuah padang rumput yang luas, hiduplah singa dan kijang. Pertanyaan yang harus dijawab adalah bukan apakah kita mau menjadi singa atau kijang. Tapi kita menjadi yang tercepat. Karena kalau kita menjadi yang tercepat, kita akan bisa makan kalau kita menjadi singa. Kalau kita menjadi yang tercepat, kita akan selamat kalau kita menjadi kijang. Disitulah saya menemukan kembali motivasi saya bekerja.

Motivasi saya adalah saya hanya ingin anak-anak mengenal ayahnya ini seorang  yang bersungguh-sungguh. Mau itu bekerja atau usaha sendiri. Saya berharap ini diikuti oleh anak-anak saya. Karena bisa jadi ini yang mungkin hanya saya bisa berikan kepada mereka selain nama-nama yang menjadi doa.