Tuesday, July 16, 2019

Karena Cinta Melebihi Segalanya


Sebelum menikah saya dan (calon) istri membuat sebuah perjanjian untuk kami berdua kalau menikah nanti. Saya mensyaratkan kalau sudah menikah, istri harus mengikuti kemana suami bertugas/ bekerja. Dia menyanggupinya. Dia bersedia untuk meninggalkan kota kelahirannya untuk ikut suami. Dia pun mengajukan syarat. Kalau sudah menikah dia tetap ingin bekerja. Dia menyukai dunia ajar-mengajar. Saya pun mengizinkannya. Karena pekerjaan yang dilakoninya tidak membutuhkan waktu penuh. Kami pun saling setuju.

Setelah itu awal-awal tahun pernikahan kami menjalani sesuai perjanjian. Istri ikut suami dan dia tetap mengajar. Semuanya berubah ketika kami dianugerahi seorang anak laki-laki yang sudah lama kami nanti-nantikan kehadirannya. Karena satu dan lain hal makan "bubarlah" perjanjian yang sudah kami sepakati. Kami menjalani long distance marriage (LDM). Dari empat belas tahun pernikahan, hanya tiga tahun kami hidup serumah dan bertemu setiap hari. Selebihnya kami terpisah antara kota yang berbeda. Dan benar istri saya sudah tidak bekerja karena mengurus anak. 

Faktanya, perjanjian kami sudah batal. Semuanya berjalan tidak sesuai kesepakatan. Kemudian apakah kami saling menggungat satu sama lain? Saling mempertanyakan : katanya dulu begini, kok sekarang begitu? Tidak sama sekali. Karena kondisinya memang jauh berbeda dari bayangan kami sebelumnya maka kami membuat kesepakatan baru. Untuk saat ini, yang terbaik adalah memang seperti ini sambil kami terus-menerus mencari jalan yang lebih baik. Kami melakukan ini karena cinta melebihi segalanya.

sumber gambar : Pexel


Sunday, July 14, 2019

Usia 40


Kata orang kehidupan dimulai (kembali) di usia 40 tahun. Di sini kita terlahir kembali dan mengulangi (memulainya kembali) sebagai manusia. Kita mengulangi dari NOL tahun lagi dan terus berlanjut ke tahun berikutnya.

Ada juga yang berpendapat di usia 40 tahun ini adalah masa depan seseorang ditentukan, apakah kamu menjadi orang sukses atau menjadi orang gagal. Kalau sukses, sukses terus begitu juga sebaliknya. Jadi hidup di sini sudah mencapai kemapanan. Baik mapan di atas maupun mapan di bawah. Tidak ada lagi naik turunnya.

Dan ada juga yang berpendapat pada usia 40 tahun ini disebut juga dengan puber kedua. Ketika sudah mencapai kemapanan (atas), anak-anak sudah besar dan lain sebagainya. Maka ada yang merasa perlu mengulangi pubertas lagi.

Buat saya entah mana yang benar, namun memasuki usia 40 saya mulai mempertanyakan my mission di muka bumi. : Sebenarnya gua mau ngapain di muka bumi ini? Kalau hanya mencari pencapaian dunia, berupa status, materi dan lain-lain mungkin sudah lewat. Saatnya sudah memikirkan lebih dari itu. 

Misi kita di bumi ini kalau "jawaban standarnya" adalah semata-mata beribadah kepada Alloh SWT. Beribadah ini pemaknaannya bisa luas sekali. Segala sesuatu bisa dikategorikan ibadah kalau memenuhi dua kriteria. Diniatkan lillahi ta'ala dan mengikuti tata cara yang sudah ditentukan/ tidak melanggar ketentuan. Kalau mengacu ke sini maka bekerja bisa disebut ibadah, mengurus anak bisa disebut ibadah dan lain sebagainya.

Ketika di usia 40-an ini, maka ketika banyak hal pencapaian-pencapaian dunia tidak terjadi : gagal menjadi anggota dewan, belum menjadi manager, belum jadi pengusaha, belum jadi artis dan lain sebagainya maka kita tarik lebih jauh lagi sesuai dengan misi kita di bumi. Kalau ini dipahami benar-benar (saya sedang berusaha memahami) maka kita akan berfikir kontribusi manfaat apa yang bisa diberikan tanpa harus menjadi sesuatu. Karena ini bisa menjadi ibadah di hadapan-Nya.

sumber gambar : Bessi

Saturday, July 13, 2019

Mimpi Buruk

Apa mimpi terburuk Lu? Mimpi terburuk gua adalah kuliah. Biar enggak salah pengertian gua ulangi. Kalau lagi ada masalah yang berat biasanya gua mimpi buruk dan mimpi buruknya adalah mimpi waktu kuliah.

Di dalam mimpi gua harus mengulang beberapa mata kuliah. Belum mengerjakan ini, belum mengerjakan itu. Intinya semua serba ketinggalan dengan teman-teman yang lain. Dan lucunya di ujung mimpi gua suka tersadar : Gua kan udah lulus kuliah. Oh ini mimpi. Dan langsung perasaan gua menjadi tenang. Dan ini masih dalam keadaan mimpi.

Pertanyaannya adalah mengapa mimpi sedang kuliah itu menjadi pertanda kalau sedang ada "sesuatu"? Mungkin kalau boleh jujur, kuliah adalah salah satu fase kehidupan gua yang cukup berat. Membutuhkan waktu enam tahun untuk menyelesaikannya dengan predikat lulus ketiga dari belakang di angkatan gua he he he. Kalau pengen tahu dua orang yang lulus setelah gua, silahkan japri ya. Dan kondisi ini semakin memperkuat pameo orang kuliah di ITB : masuknya susah, keluarnya jauh lebih susah. Karena kondisi, mungkin berkesan sampai ke alam sadar sehingga kalau lagi ada yang susah-susah munculnya mimpi ini.

Terus apa yang membuat kuliah gua terasa susah? Hmmm...kalau mau ditarik lebih mendasarnya adalah bahwa "bakat" gua itu bukan di ilmu-ilmu pasti. Karena gua ingat banget pas psikotes di SMA pendidikan yang disarankan adalah ilmu-ilmu sosial. Cuma namanya arogansi pribadi waktu itu bahwa kelas IPA bisa kemana-mana (baca bisa ambil IPC ketika UMPTN) dibandingkan non IPA. Setelah dari sini ada sebuah kesadaran semua disiplin ilmu sama pentingnya dan ada tempatnya masing-masing. Tidak ada yang superior terhadap yang lain. Dan gua juga jadi percaya sama hasil psikotes. Jad pas kuliah itu, terasa sekali kemampuan "mentok" dan tidak bisa berkambang kemana-mana. Tapi yang terpenting adalah gua sudah bisa melalui semua itu dengan selamat tanpa kurang sesuatu apa pun.




Friday, July 12, 2019

Pengemudi Yang Inisiatif

Kalau sedang berkendara ojek daring, saya suka mengajak ngobrol pengemudinya. Hitung-hitung mengusir keheningan yang tercipta selama perjalanan. Alangkah sebuah keanehan dua orang yang terikat dalam sebuah perjalanan tidak ada komunikasi yang dibangun.

Namun kalau rasa malas sedang menghinggapi hati ini, saya memilih untuk diam sambil melihat-lihat pemandangan sekitarnya yang isinya itu-itu saja. Dan tahu-tahu saya sudah sampai di tujuan.

Berdasarkan data di lapangan, sebagaian besar percakapan terjadi atas inisiatif saya. Kalau saya tidak berinisiatif maka tidak ada percakapan. Dan sang pengemudi pun lebih baik fokus mengendarai sepeda motor supaya baik jalannya.

Khusus pekan lalu saya mendapati seorang pengemudi yang lain dari pada yang lain. Ketika pantat ini dihempaskan ke jok motor, saya memilih untuk diam. Terlalu lama di bis membuat selera ngobrol saya hilang. Tanpa diduga ketika gas pertama keluar sang pengemudi bertanya-tanya kepada saya. Pertanyaan yang biasa saya tanyakan kepada para pengemudi (ini bukan karma ya hehe). Dia menanyakan kerja dimana, kalau pulang kerja jam berapa, berangkat kerja jam berapa dan lain sebagainya. Sepanjang perjalanan dia yang lebih berinisiatif membuka percakapan. Sebagai penumpang yang baik saya pun menjawab semua pertanyaannya. Beberapa meter sebelum mencapai tujuan, saya ambil giliran untuk bertanya.

"Bapak ini full di gojek atau sampingan?"
"Sampiingan Pak."
"Sehari-hari kerja di mana?"
"Di Kawan Lama. Jadi pelayan!"
"Pantas," kata saya dalam hati. Profesi resmi dia menjawab mengapa dia banyak bertanya. Ternyata dia biasa menghadapi dan menggali kebutuhan pelanggan.

Thursday, July 11, 2019

Prosedur Mencari Jodoh Tanpa Pacaran

Di dalam mencari calon istri, saya tidak mau mencari sendiri. Karena saya khawatir kalau mencari sendiri, yang lebih berperan adalah mata lahir, bukan mata bathin saya. Apalagi istri ini untuk dijadikan teman pendamping seumur hidup. Kalau salah mendapatkan bisa berabe. 

Makanya ketika saya memutuskan menikah saya memakai jalur ta'aruf tidak jalan yang lain. Prosedurnya adalah sebagai berikut. Pertama-tama saya mendatangi seorang ustadz yang saya percayai. Kemudian saya menyerahkan curiculum vitae diri saya di mana di dalamnya terdapat kriteria istri yang diidam-idamkan.

Tak lama kemudian, saya mendapatkan sebuah amplop yang berisi biodata seorang perempuan. Saya disuruhnya untuk melaksanakan sholat istikharah memohon petunjuk. Namun setelah berkali-kali sholat istikharah, saya tidak mendapatkan tanda-tanda apa pun. Apakah itu tanda-tanda alam atau yang lainnya. Kalau bahasa Pak Yohanes Surya, semesta tidak mendukung. Sempat dalam hati terselip pertanyaan : apakah saya tidak berjodoh dengan si dia?

Karena penasaran akhirnya saya mendatangi ustadz yang saya percaya ini. Saya utarakan isi hati saya. Sudah berkali-kali menunaikan sholat istikahrah, tetapi belum ada tanda-tanda yang menguatkan bahwa nama di dalam amplop ini tercipta untuk saya. Karena saya ingat betul penjelasan guru agama saya waktu SMA, kalau seseorang itu jodoh kita itu ada tanda-tandanya. Entah itu lewat mimpi atau tanda-tanda lainnya. Nah, sampai sejauh ini saya belum mendapatkan tanda-tanda tersebut.

Awalnya saya mengira, sang ustadz ini akan menenangkan perasaan saya. Tapi ternyata tidak. Dia malah menegur saya agak keras.
"Ente kalau memang dia jodoh, pasti akan sampai ke pernikahan. Pasti akan ada janur kuning melengkung nantinya. Kalau bukan jodoh Ente pasti enggak bakalan jadi menikah."
"Oh begitu."Jujur saya agak kaget mendengar penjelasannya.
"Bagaimana? Mau lanjut prosesnya?"
"Lanjut ustadz!"Jawab saya mantap.

Dan benar akhirnya singkat kata, saya menikah dengan perempuan ini. Menjadi istri dan anak-anak saya. Saya juga teringat ada ceritanya kawannya kawan yang berkali-kali gagal menikah. Kalau memang bukan jodoh memang ada penghambatnya. Kalau yang ini gagalnya disebabkan oleh mobil yang mogok di perjalanan. Akibatnya datang telat ke rumah calon mempelai wanita. Ketika dia datang, calon mertuanya marah-marah dan membatalkan rencana pernikahan.

Namun selain itu dari proses pernikahan saya ini, saya mendapatkan insight yang lain. Bahwa dalam melaksanakan cita-cita; mempunyai hajat jangan hanya mengandalkan doa kepada Alloh SWT semata, tetapi harus ada upayanya. Kita hanya wajib berusaha dan biar Alloh SWT yang menentukan. Demikian.

Wednesday, July 10, 2019

Kisah-kisah

Sepasang suami istri bertekad untuk mentertibkan pemakaian gadget di rumah. Dibuatnya jadwal kapan saat bermain gadget dan kapan tidak. Selain itu kalau sedang tidak bermain gadget disediakan kegiatan alternatif. Terkadang ayah atau ibunya menemani anak-anaknya bermain. Dan yang paling penting adalah kedua orang tua ini menjauhkan gadget dari mereka. Kalau ada hal yang penting pasti teman, sanak saudara akan menelpon langsung; tidak kirim SMS atau whats app. Karena aturannya ditegakan, maka kalau jam main gadget sudah selesai, sang anak meletakannya tanpa harus diberi tahu.

Seorang siswa SMA diledekin teman-teman sepermainan di lingkungan rumahnya karena tidak pernah nongkrong dan begadang bareng. Dia dibilang tidak bermasyarakat, tidak bergaul tidak apalah. Siswa ini tidak pernah keluyuran karena bapaknya tidak pernah keluar malam-malam kalau tidak ada keperluan.

Seorang anak laki-laki sedang kangen dengan bapaknya yang belum pulang dari kerjanya di luar kota. Dia membersihkan lantai kamar mandi yang sudah terlihat kotor. Biasanya ayahnya suka membersihkan di akhir pekan. Membantu sang istri yang lima hari mengurus anak-anak dan rumahnya.

Setiap adzan subuh atau maghrib sang bapak langsung menghentikan aktivitasnya. Setelah itu dia mengambil wudhu di kamar mandi. Kalau sudah selesai dia baru menyuruh berwudhu dan terus mengajak sholat berjamaah di masjid.

Setiap selesai sholat maghrib, sang ibu membacakan buku ke anak-anaknya. Malah yang paling tua memilih dan membaca bukunya sendiri. Tak ada lagi gadget. Setelah membaca mereka langsung tidur karena mereka terbiasa untuk bangun pagi-pagi.

Kisah-kisah ini menginspirasi saya dan saya bertekad untuk mencontohnya.

Tuesday, July 9, 2019

Selfi-Posting



"Kok kamu bisa ya menulis setiap hari."

"Bisalah."

"Memang ada waktunya?"

"Ada. Menulis bagi saya, baik itu di dinding facebook atau blog, itu seperti mengunggah foto atau insta story seperti kamu."

"Oh begitu?"

"Iya. Inilah bentuk selfi saya. Kalau orang-orang memoto diri sendiri, kalau saya dengan tulisan"

"Kapan kamu bikin tulisannya? Ganggu kerjaan kantor, enggak?"

"Saya mengerjakannya setelah jam kantor atau satu dua jam menjelang jam dua belas malam. Deadline Cinderella kalau teman-teman komunitas tiga puluh hari berkarya bilang."

"ooo....kirain."

Saya bukanlah tipe manusia yang senang difoto, termasuk istri saya. Jadi kalau ada momen bagus atau tempat instagramable, sikap saya biasa-biasa saja. Seperti keyakinan bahwa matahari masih terbit di sebelah timur.

Ditambah lagi kalau selfi atau swafoto hasilnya kurang bagus. Kurang fotogenit eh photogenic. Saya sendiri merasa aneh kalau melihat hasil foto saya sendiri. Apalagi orang lain. Saya akan terlihat sedikit bagus kalau foto bersama orang-orang dekat saya. Anak-istri, sanak-saudara dan teman-teman dekat. Sepertinya keceriaan mereka berimbas kepada saya. Oleh karena itu definis selfi bagi saya adalah memposting tulisan.

"Kalau selfi dimana aja?"

"Seringnya di blog. Baik yang gratisan atau berbayar. Jarang di social media seperti facebook apalagi instagram. Ini juga saya posting di facebook karena ketentuannya harus posting di facebook. Bukan di blog."

"Kenapa nyaman di blog?"

"Soalnya di blog tidak seperti godaan di facebook ataua instagram. Kalau di blog selesai posting ya selesai. Langsung matikan laptop. Tapi kalau di facebook apalagi di instagram, biasanya suka lihat sana-sini. Karena keasyikan tahu-tahu menghabiskan waktu sejam dua jam. Makanya saya enggak berani pasang facebook apalagi instagram di handphone. Takut tergoda. Ibaratnya facebook dan instagram itu seperti mirasantika."

"Nah, sekarang ini harus posting di facebook. Bagaimana caranya?"

"Biasanya saya buat dulu di blog saya. Setelah itu baru install aplikasi facebook dan posting di sana. Kalau sudah selesai, saya uninstall aplikasinya."

"Berarti install dan uninstall-nya bisa setiap hari."

"Iya."

"Bukan main."

"Saya takut terkena godaan social media yang t******k."

sumber gambar : free photo


Monday, July 8, 2019

Doa Untuk Istriku

Doakan Ibu.

Selalu. Ayah selalu mendoakan ibu.

Ayah doakan ibu apa?

Kuat dan sabar.


Suatu hari, istri saya menumpahkan kekesalannya kepada saya via WA. Beberapa masalah domestik seperti pompa ngempos tidak mau menarik air, kran patah tidak terjadi ketika saya ada di rumah. Seolah-olah masalah-masalah ini tahu kalau laki-laki dewasanya tidak ada di rumah di hari kerja. Belum lagi ditambah dengan harus mengasuk kedua anak kami.

Di satu sisi ada beberapa "kemajuan" yang terjadi pada istri saya. Karena kejadiannya bertepatan saya berada di Jakarta maka mau tidak mau dia harus menghadapi sendiri. Harus mengontak tukang yang dimintai tolong sampai mancing pompa yang tidak narik-narik.

"Sekarang Ibu berhasil mancing air."Kataa istri saya menunjukkan kebolehan barunya.
"Wah Ibu hebat. Mungkin Alloh sedang menyiapkan "sesuatu" buat Ibu."Kata saya.
"Ah, enggak mau. Kalau Ibu bisa mengerjakan sendiri. Berarti ayah sudah enggak ada."Balas istri saya. Dia merasa kalau semua bisa tanpa bantuan, saya akan menghadap Alloh SWT terlebih dahulu.
"Bukan itu. Kan kita sudah sepakat, Ibu duluan baru Ayah." Buat istri saya, dia akan merasa sedih sekali kalau suaminya lebih dahulu meninggal.
"Lagi pula Ayah selalu berdoa bisa mencapai usia seratus tahun. Ingin lihat Abang mandiri." Abang, adalah anak pertama kami. Alhamdulillah dia dianugerahi ADHD.
"Oh iya ya."
"Siapa tahu Ayah jadi Walikota Bandung. Kan enggak elit kalau ada kunjungan presiden, dicari-cari. Kemana Pak Walinya? Maaf Pak Walinya lagi mancing air. Dari tadi enggak naik-naik.

Dan mudah-mudahan Alloh memang mengabulkan doa saya agar dia sabar dan kuat. Karena kami tidak tahu apa yang terjadi esok hari.

Saturday, July 6, 2019

Apa Tujuannya?


Memberikan perintah memang ada seninya tersendiri. Terkadang perintah yang diberikan harus memperhatikan kemampuan anak buah.

Ada sebuah kisah di sebuah perusahaan. Perusahaan tersebut baru membeli mesin baru. Sang atasan memanggil bagian maintenance untuk memeriksa fungsi mesin yang baru dibeli. Apakah mesinnya bisa berfungsi dengan baik sesuai dengan peruntukannya.

Bawahannya di maintenance ini langsung melaksanakan perintahnya. Mesin ini rencananya akan digunakan untuk mengisi (filling) hasil proses ke dalam wadah packaging primer. Hasil pemeriksaan mesin tersebut kurang presisi untuk pengisiannya. Lostnya terlalu besar. Kalau dipakai di kemudian hari akan memberikan kerugian. Setelah selesai, dia langsung melaporkannya ke atasannya : mesin ini tidak berfungsi dengan baik untuk peruntukannya.

Selanjutnya sang atasan menginstruksikan tugas baru. Tugasnya adalah untuk memeriksa safety dari mesin. Tugas ini pun langsung dikerjakan dengan baik. Hasilnya adalah mesin tersebut tidak safe. Di bagian tertentu ada yang "nyetrum". Ini bisa membahayakan operator yang mengoperasikan mesin ini nantinya.

Sang atasan manggut-manggut mendengarkan laporannya. Setelah itu dia langsung ngomong:
"Sebenarnya, saya ingin tahu apakah mesin ini kayak diterima dan dibayar. Jadi kamu tidak hanya bilang mesin ini begini atau begitu"

"Bapak enggak ngomong dari awal sih."Sang bawahan membalasnya. Maksudnya adalah sang atasan tidak pernah menjelaskan tujuan semua perintah yang dilakukan. Dia hanya memberikan instruksi-instruksi yang terpisah.

Setelah itu sang anak buah langsung melakukan beberapa tindakan yang dibutuhkan untuk keperluan ini. Beberapa hari kemudian dia datang melaporkan kembali. Hasil laporannya merekomendasikan bahwa mesin ini tidak bisa diterima; harus dikembalikan ke produsennya. Di laporannya, ada beberapa hasil pemeriksaan parameter yang mendukung rekomendasinya. Atasannya tersenyum puas. 
"Makanya lain kali kalau kasih perintah jelaskan dulu apa tujuannya. Jangan main perintah-perintah aja."Ternyata bawahannya masih menyimpan "rasa" itu.

Atasannya malah tertawa mendengar komentar bawahannya, sekaligus menyadari kekeliruannya dalam memberikan perintah.

sumber gambar : Geralt

Di Mana Ada Kemauan Di Situ Kita Membangun Jalan


Apakah ada cita-cita atau keinginan  kita yang belum terwujud? Kalau belum, kemungkinannya ada dua. Pertama Alloh SWT mempunyai rencana yang lebih indah; menggantikannya yang lebih baik. Kedua ternyata kita memang enggak pengen-pengen amat.

Sekarang coba kita periksa hal-hal apa yang sudah kita lakukan untuk mencapainya? Jangan-jangan memang kita belum melakukan apa-apa, baru sebatas ingin dan berdoa saja (walau pun berdoa adalah hal yang baik juga). Kalau baru segini upayanya, maka kita harus maklum kalau belum terjadi apa-apa. Makanya ada yang memberi saran ungkapan "di mana ada kemaun di situ ada jalan" direvisi menjadi "di mana ada kemauan di situ kita membangun jalan". Jadi jalannya harus kita adakan, bukan hanya maunya.

Mencapai cita-cita; mewujudkan keinginan membutuhkan pengorbanan. Bisa itu mengeluarkan uang, meluangkan waktu, memeras tenaga dan fikiran.

Di dalam pekerjaan ada tools namanya 4 DX, The 4th disciplines of execution. Ini ada karena untuk menjawab permasalahan lemahnya eksekusi dari strategi. Bagusnya sebuah strategi tidak berarti apa-apa kalau tidak dieksekusi. Diciptakannya tools ini berarti banyak yang bermasalah dengan eksekusinya. Kabar gembiranya adalah ternyata kita tidak sendirian dalam masalah ini hehehe.

Kalau strategi dianggap sama dengan cita-cita atau keinginan, maka pendekatan tools 4DX bisa kita gunakan untuk mencapai cita-cita atau keinginan pribadi kita.

Di dalam 4DX ada empat bagian. Pertama tentukan Wildly Important Goal (WIG)-nya. Apa goal utamanya; cita-cita besar; keinginannya. Yang kedua tentukan lead measure-nya. Lead measure adalah tindakan yang bisa mengungkit/mencapai WIG-nya. Misal untuk WIG lulus Ujian Nasional, latihan soal sebanyak 50 buah Setiap hari. Untuk mencapai penjualan 100 juta, menghubungi 10 pelanggan baru Setiap hari. Untuk membuat novel, menulis minimal 200 kata setiap hari. Ketiga buat papan score board-nya. Papan score board ini untuk mengetahui progress pencapaian kita. Keempat melakukan WIG session. WIG session semacam menelaah dengan melihat score board di waktu dan tempat yang sama setiap pekan. Dari sini kita bisa menelaah sejauh mana pencapainnya. Sesuai dengan rencana atau tidak. Kalau ada yang sesuai, maka dilakukan inisiatif untuk mencapainya. Misal, dalam membuat novel jumlah tulisannya masih kurang karena ada kurangnya pengetahuan kita tentang lokasi jalannya cerita. Kita membuat inisiatif untuk mempelajarinya lokasi yang menjadi latar belakangnya.

Setelah bulan puasa ini saya punya keinginan ingin menambah hapalan bacaan Al-Quran. Jadi kalau sholat enggak mengandalkan kulhu sama kulya. Saya ralat sejujurnya bukan nambah tetapi mempunyai Hapalan, karena sebelumnya belum punya he saja hehe. Saya menargetkan hapal juz 30 akhir tahun ini. Kemudian lead measure-nya adalah menghapal 15 menit Setiap pagi. Ini juga sampai mereview sudah berapa surat yang dihapal. Memang saya akui, saya enggak sampai buat scoreboard untuk target ini. Alhamdulillah samapai sekarang sudah bertambah beberapa surat. Jadi kalau sholat sunah saya punya banyak pilihan untuk dibaca. Sejujurnya saya mengikuti 30 Hari Berkarya bertujuan menghasilkan sebuah karya tulisan. Karya tulisan ini adalah WIG-nya, menulis setiap hari minimal 200 kata adalah lead measure-nya, Melaporkan di groupWA 30 Hari Berkarya sebagai score board sekaligus WIG session. Mudah-mudahan bisa konsisten dan menjad sebuah karya beneran.

Thursday, July 4, 2019

Cerita Bagian Dua

Orang yang disebut sebagai saudara kembaranya, sebenarnya tidak layak untuk dipanggil begitu. Aji, rambutnya lurus, dipotong pendek dan selalu rapih belah pinggir sebelah kanan. Sedang orang ini berambut ikal, ke sana kemari mengikuti gerakannya yang tidak mau diam. Jadi mereka berdua adalah saudara kembar beda bapak beda ibu dan beda kelakuannya. Yang membuat layak dipanggil bersaudara hanya semata-mata namanya sama. Orang itu bernama Aji juga. Tepatnya Sangaji. Untuk memudahkan dan tidak tertukar, biasanya teman-teman memanggilnya Aji Samiaji dan Aji Sangaji.

Aji Samiaji hanya mengamati tingkah laku temannya yang satu ini. Dia tidak sudi untuk bergabung dengan orang-orang untuk menyambut dan mengelu-elukan. Karena dia tahu Aji Sangaji akan datang menemuinya.

"Eh, mana kembaran gua? Dia datang kan?"Tanya sambil gelagapan. Pandangannya menyapu seluruh penjuru ruangan, Matanya berkeliaran mencari Aji Samiaji."Nah itu dia."Akhirnya dia menemukannya. Dan langsung dia menuju meja dimana Aji Samiaji berada.

"Hallooo....gimana kabarnya Bro?"Sapanya sambil mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi siap untuk memeluk siapa pun yang di depannya.

"Baik."Dibalasnya cukup dengan sebuah jabat tangan yang erat. Aji Sangaji mengguncang-guncangkan tanpa mau buru-buru melepaskannya. Setelah dirasa cukup puas, dilepaskan tangan kawannya ini dan langsung duduk berhadapan.

"Gimana Bro? Lu dah jadi direktur?"Tanyanya langsung.
Aji Samiaji hanya tersenyum.
"Sama gua juga belum jadi apa-apa. Eh, Lu masih di tempat yang lama?"
"Iya."
"Betah amat."
"Ya. Habis gimana lagi. Mau pindah kemana."
Aji Sangaji hanya mengangguk-angguk tanpa kata-kata.
"Gimana Ibu Lu?"
"Ya begitu deh." Jawabnya datar.
Untuk beberapa waktu dan tempat berhenti sejenak.
"Sorry Ji. Gua enggak bermaksud begitu sama Lu."
"Enggak apa-apa. Gua tahu kok."
"Thanks Brother", Aji Sangaji menarik nafas pelan."Gua tahu Lu orang yang kuat."Tangannya memegang erat pundak Aji Samiaji.
"Makasih. Gimana kerjaan Lu? Dah pindah lag?"
"Ha ha ha ha ha. Iya!"

Wednesday, July 3, 2019

Cerita Bagian Satu


Sedari sore rumah makan khas sunda di jalan utama kota Bekasi sudah dipenuhi orang. Selepas maghrib semakin banyak yang datang. Malam ini adalah acara halal bi halal SMA 300 Bekasi angkatan 97. Acara halal bi halal rasa reuni dipenuhi dengan obrolan yang ramai. Sesekali gelak tawa terdengar. Para undangan ini sedang mengulangi memori suka suka dan dukanya waktu masih berseragam putih abu-abu.

Salah satu peserta ini adalah bernama Samiaji. Berbeda dengan teman- temannya dia memilih untuk berdiam di sebuah sudut yang terhalang tiang bangunan. Tangannya asyik memijit- mijit layar gawainya. Sesekali dia melambaikan tangan menjawab setiap sapaan temannya sambil tidak lupa tersenyum. Setelah itu dia kembali ke aktivitas semula. Sudah cukup lama, Aji, panggilan Samiaji berkomunikasi melalui What's App dengan istrinya di rumah.

Ayah sudah sampai di tempat.
Ibu sedang apa?

Ibu sedang baringan.
Seharian ini capek menemani anak-anak main.

Ibu bagaimana?

Ibu? Tadi agak susah makannya. Mau nunggu ayah pulang. Harus dibujuk dulu baru mau makan. Tadi habis isya sudah tidur.

Aji, menghela nafas dalam-dalam. Matanya menatap dalam-dalam tulisan istrinya.

Makasih ya Bu?
Sudah jadi ibu yang baik. Sudah jadi anak yang baik.
I love You.

Love you too.

Aji menyudahi percakapannya dengan sang istri. Dalam hidupnya pesan istrinya adalah pesan yang paling penting sedunia. Tidak peduli sedang rapat dengan atasannya; bahkan mungkin dengan presiden kalau ada pesan atau panggilan telefon dari istrinya pasti akan diangkatnya.

“Ji!” Seseorang memanggilnya. Aji mencari sumber suara. Suara tersebut dari dari Sri, sang bendahara kelas pada zaman sekolah dulu.”Tuh kembaran Lu datang.”Katanya sambil menunjuk seseorang yang baru datang. Sepertinya dia adalah orang yang paling terakhir datang di acara ini.
Mata Aji tertuju pada seorang pria. Semua orang memandangnya. Dia sapa semuanya. Tidak lupa senyumnya yang manis mengembang di mulutnya.

Tuesday, July 2, 2019

Media Untuk Selfi-postingan

Dari sekian media yang ada, menurut saya blog adalah media yang paling cocok untuk kegiatan tulis-menulis. Walau pun mungkin bagi sebagian orang blog sudah kurang populer dibandingkan dengan "adik-adiknya" seperti facebook, twitter apalagi instagram.

Namun karena ketidakpopuleran-nya yang membuat saya nyaman. Blog ini seperti terpisah dari keramaian dan kita bebas mau melakukan apa saja tanpa harus menjadi pusat perhatian. Dan kalau pun ada yang berkunjung ke blog kita, boleh ditebak sebagian besar memang menyukai tulisan-tulisan kita. Ditambah lagi tidak ada pembatasan panjang tulisan seperti halnya twitter atau instagram.

Perkenalan pertama saya dengan per-blog-an adalah saat mencoba multiply di tahun 2008. Dari situ saya mulai ketagihan untuk menulis. Dan dari situ pula bertemu dengan teman-teman baru di dunia maya. Namun semuanya berakhir, ketika negara api menyerang, eh maksudnya ketika facebook datang. Semua berbondong-bondong pindah ke facebook. Multiply-nya jadi sepi.

Pada awalnya saya tidak mau ikutan pindah, tetap bertahan. Namun karena semakin sepi, saya ikut-ikutan pindah. Boleh dibilang saya termasuk orang-orang terakhir yang memakai facebook. Sampai-sampai ada teman "menyindir" : akhirnya Lu maen facebook juga.

Setelah multiply mati, maka kegiatan ngeblog saya coba merambah ke blogspot dan wordpress. Beberapa akun saya buat di dua platform ini. Nah setelah sekian lama berkecimpung di sana, banyak yang menyarankan untuk memakai wordpress.org dengan memakai top level domain seperti .com, .net dan lainnya. Pokoknya berbayar dan tidak gratisan. Alhamdulillah sekarang saya mengelola dua blog dengan akhiran dot com.




Monday, July 1, 2019

Konsep Piknik Itu Sebenarnya Gampang


Tulisan ini dibuat bersamaan dengan masa liburan anak-anak sekolah. Bagi yang mempunyai keleluasaan waktu dan keleluasaan ekonomi bisa mengisinya dengan berlibur atau piknik. Maka hari-hari ini status di media sosial mulai dihiasi foto-foto dan status tentang liburannya.

Kembali ke masalah piknik. Menurut saya konsep piknik itu gampang sekali.  Konsepnya adalah seseorang dikatakan pergi piknik; jalan-jalan kalau mengunjungi suatu tempat yang jauh dari tempatnya. Tidak peduli tempat itu dikategorikan tempat wisata atau bukan. Biar lebih jelas saya kasih contoh. Saya kuliah di Bandung selama enam tahun. Kampus saya bertetangga dengan kebun Binatang Kota Bandung. Pertanyaannya adalah apakah selama kuliah itu saya sering ke kebun binatang? Jawabannya hanya sekali. Itu juga karena mengantar saudara. Andaikan tidak ada saudara yang diantar, mungkin saya tidak pernah berkunjung ke kebun binatang. Karena setiap hari melewati tempat tersebut, membuat saya sehingga tidak ada keinginan mengunjunginya. Kesannya biasa-biasa saja. Padahal orang-orang dari jauh, datang dengan kendaraan, ada yang pakai bis mengunjungi kebun binatang di akhir pekan. Sementara saya yang tinggal berapa langkah tidak berkunjung ke sana.