Sunday, October 7, 2018

Jangan Membatasi Rejeki Dengan Gaji

Kalau sudah ngobrolin masalah compensation and benefit dari perusahaan, biasanya saya tidak ambil bagian. Paling banter hanya senyum-senyum saja. Melihat saya "biasa-biasa" saja ada yang berani bertanya :"Kalau Pak Hasan, gajinya cukup ya?"
Saya hanya tertawa. Biasanya saya langsung menjawab: "Jangan membatasi rejeki dengan gaji."

Ya, kita jangan pernah membatasi rejeki kita dengan gaji yang kita terima setiap bulannya. Padahal rejeki itu luas sekali, dan tidak hanya berasal dari dimana tempat kita bekerja.

Sebelum bicara lebih lanjut, saya akan sertakan  "Nasihat keberkahan gaji oleh Imam Syafii"
Nasehat Imam Syafi'i Agar Uang Gaji / Honor Menjadi Berkah

Seorang laki-laki datang kepada Imam al-Syafi’i radhiyallaahu ‘anhu mengeluhkan kondisi ekonominya yang begitu sempit. Gajinya sebagai buruh dengan upah 5 dirham tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Mendengar keluhan laki-laki itu, Imam al-Syafi’i memberinya nasihat supaya mendatangi majikannya dan memintanya untuk menurunkan gajinya menjadi 4 Dirham. Karena kepercayaanya kepada Imam Syafi’I laki-laki itu mengikuti saran sang Imam. Meskipun ia tidak mengerti apa maksud saran tersebut.

Selang beberapa waktu, laki-laki itu datang lagi. Dia masih mengeluhkan kondisi ekonominya yang masih susah. Lalu Imam al-Syafi’i memberinya saran agar mendatangi majikannya dan memintanya untuk mengurangi upah kerjanya menjadi 3 dirham. Laki-laki itu pergi melakukan saran Imam al-Syafi’i dengan heran karena tidak mengerti maksud saran Imam Syafi’i.

Beberapa waktu berlalu, laki-laki itu datang lagi dan mengucapkan terima kasih atas nasehat dan saran yang sebelumnya diberikan Imam Syafi’i. Dia mengatakan, ternyata 3 dirham dapat memenuhi semua kebutuhannya. Bahkan setelah itu hartanya menjadi melimpah.
Kemudian laki-laki itu bertanya tentang maksud saran dan nasehat al-Syafi’i yang selama ini diberikan.

Imam Syafi’i menjelaskan, bahwa beliau melihat kerja laki-laki itu kepada majikannya hanya layak diupah 3 dirham. Sedangkan selebihnya 2 dirham telah mencabut keberkahan upah yang diterimanya ketika bercampur dengan 3 dirham tersebut. Lalu al-Syafi’i bersyair:

ﺟُﻤِﻊَ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟْﺤَﻼَﻝِ ﻟِﻴُﻜْﺜِﺮَﻩْ  #  ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟْﺤَﻼَﻝِ ﻓَﺒَﻌْﺜَﺮَﻩْ

Harta yang haram dikumpulkan pada yang halal agar menjadi banyak

Ternyata masuknya harta haram pada yang halal, justru menghancurkannya

Kisah di atas sangat bisa menjadi renungan bagi kita. Harta melimpah yang kita peroleh, kalau tidak sesuai dengan jasa dan pelayanan yang kita berikan, justru tidak berkah dan merusak kehidupan kita.

Sebaliknya, harta sedikit yang kita peroleh, apabila sesuai dengan jasa yang seharusnya kita terima, justru berkah dan menjadikan harta seseorang melimpah. Semoga kita mendapatkan harta yang berkah dan melimpah. Amin.


Nasehat dari Imam Syafii begitu berkesan buat saya. Pernah pada suatu masa, gaji yang saya terima tidak mencukupi. Waktu itu kondisi perusahaan masih dalam "perjuangan 45 merebut kemerdekaan". Suatu hari saya menanyakan kepada istri : apakah bisa menabunng setiap bulan? Istri tidak langsung menjawab. Bak Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kondisi keuangan negara, dia membeberkan perincian pengeluaran setiap bulannya. Semua pengeluaran jelas rimbanya. Tidak belanja yang tidak masuk akal. Tidak biaya yang dikeluarkan hanya untuk jalan-jalan atau makan di luar.

Melihat laporan keuangan, saya hanya terdiam dan menerima faktanya. Ya sudah kita terima kondisinya. Pada saat itu, memang benar-benar tidak bisa menabung, malah yang ada tabungan kami ikut tergerus untuk keperluan tertentu. Di saat itu fikiran saya bingung untuk biaya sekolah anak saya di awal tahun ajaran baru. Uang dari mana untuk membayarnya?

Sebulan mau tahun ajaran baru, tiba-tiba ada berita gembira. Saudara saya yang tinggal jauh memberikan bantuan uang tanpa syarat apa-apa. Jumlahnya sebesar biaya sekolah anak saya. Alhamdulillah, jadi bisa sekolah anak saya. Untuk sementara biaya anak sekolah saya teratasi. Setidaknya untuk semester ini. Semeseter berikutnya kita fikiran nanti saja.

Dan ternyata, ketika kondisi keuangan kami masih begitu-begitu saja, bantuan dari saudara saya tetap diberikan setiap menjelang anak saya mau sekolah. Benar-benar sudah ada yang mengatur. Kejadian ini berlangsung beberapa tahun.

Pada satu masa, ketika kondisi perusahaan membaik. Ada kenaikan di slip gaji saya. Saya bisa menabung untuk biaya anak sekolah. Dan coba tebak apa kabar berikutnya? Saudara saya ini tidak memberikan bantuan lagi. Jadi benar-benar pas. Dia menghentikan "bantuan" ini bukan karena karena tahu saya mengalami kenaikan gaji. Hmmmm.

Jadi kesimpulannya adalah kalau memang kita layak dibayar 10, walau pun tempat bekerja baru kasih 8, maka Alloh akan memberikan 10. Dan sebaliknya kalau kita hanya layak dibayar 8, walau atasan kasih 10 maka akan banyak jalan dimana yang 2 itu akan pergi.

"Mas, bagaimana kalau tulisan ini dijadikan dasar atasan saya membayar rendah? Kan rejeki Alloh yang ngatur. Kamu saya bayar kecil. Sisanya dari Alloh." Begitu kira-kira.

Rejeki itu urusan Alloh. Kalau seorang pemilik usaha membayar tidak sesuai haknya, itu urusan dia sama Alloh juga.