Saturday, November 24, 2018

Gw Gak Peduli Kalo Lo Temen Maen Golf-nya SBY

Hi! Saya adalah Hasan Abadi Kamil. Di jagat social media ini, saya hanya ingin berteman dan mengenal kamu lebih dalam. Karena kamu baik dan ada sesuatu yang bisa dibagi. Tidak lebih dari itu.Tidak ada urusannya dengan pekerjaan dan usaha saya.

Saya tidak peduli, seberapa keren kamu, berapa banyak uang yang kamu punya (saya tidak pura - pura terkejut bahwa kamu milyader no 12 di dunia), semoncer apa karir kamu, seberapa pengaruhnya kamu,
seberapa dekat kamu dengan rock star yang ingin saya mintakan tanda tangannya. Saya hanya ingin kenal kamu dan berteman karena kamu baik. Titik.


Habis baca sebagian buku "delivering happiness".

HOBINYA APA?

oleh : hasan abadi kamil

Seumur - umur selama saya bekerja ada dua orang yang berbeda yang tidak saling kenal, di waktu berbeda,  mengajukan pertanyaan yang sama : Mas Hasan hobinya apa?

Diberi pertanyaan semacam itu saya terdiam; tidak bisa menjawab. Saya hobinya apa ya? Malah saya balik tanya dalam hati.

Kalau hobi didefinisikan secara bebas adalah kegiatan untuk mengisi waktu luang, maka saya tidak mempunyai hobi. Yang pasti waktu luang saya di akhir pekan lebih banyak dihabiskan bersama keluarga.

Ingin mengatakan hobi saya membaca, sekarang saya sudah jarang membaca buku. Ingin dibilang hobi menonton, saya juga sudah jarang menonton tivi. Aapalagi olahraga. Sudah berapa lama badan ini tidak gerak-gerak. Bagaimana kalau hobi makan? Masak makan dibilang hobi sih? Itu kan kebutuhan.

Sebenarnya kegiatan utama saya bermuara di tiga hal : kerja-kerja-kerja. Jadi bisa disimpulkan hobi saya adalah bekerja!

Dan menariknya kedua orang yang tidak saling kenal ini mempunyai hobi yang sama yaitu MEMANCING!

UFC dan Saya

Pada umumnya orang tidak percaya ketika mengetahui saya suka menonton acara olahraga keras seperti Ultra Fight Championship (UFC) dan sejenisnya.
Bagaimana mungkin orang seperti saya bisa suka acara itu? Kayaknya enggak ada potongan jagoan atau tukang pukul. Begitu fikirnya. 

Memang saya bukan jagoan atau tukang pukul. Niat saya menonton acara tersebut semata-mata hanya mempelajari strateginya saja. Selain itu juga saya tidak menjadi fans yang fanatik atau penggila berat acara tersebut. Saya tidak mengkhususkan waktu untuk menontonnya. Kalau pas menyalakan tivi ada acaranya ya saya tonton. Kalau enggak ada ya enggak. Dan kalau ditanya para juaranya dan siapa yang menjadi juara sekarang saya pun tidak tahu banyak. 

Dari acara yang full body contact ini ada yang bisa saya ambil pelajaran dan bisa diterapkan di bidang kehidupan yang lain.
1. Yang sering juara biasanya adalah yang basic-nya kuat di main bawah (submission) seperti gulat atau Brazilian Jiujutsu. Coba lihat berapa kali keluarga Gracie menjuarai olahraga keras ini.
2. Setiap orang mempunyai disiplin bela diri masing-masing, tapi kalau mau menang harus mempelajari disiplin beladiri yang lain. Yang basic-nya tekwondo, harus belajar gulat atau tinju agar kemampuannya lengkap. Maka di sini muncul istilah mix martial art (MMA). Dalam strategi bisnis janganlah fanatik pada satu cara, tapi setia pada cara yang membuat kita menang.
3. Memang oke menguasai banyak disiplin beladiri, namun yang cerdas adalah mereka yang bertarung dimana mereka bisa menang. Kalau lawannya jago main bawah hindari pertarungan jarak dekat. Cukup berikan beberapa tendangan pukulan dan segera menghindar. Lakukan secara hit and run. Bahkan ada yang meninggalkan begitu saja ketika lawannya sudah terlentang mengajak main bawah. Dia tidak peduli disoraki penonton atau dikata-katai "pengecut" oleh lawannya. Gua mau menang, bukan mau peluk-peluk Lu di bawah hehe. Tidak usah malu-malu mengakui kalau kita mempunyai kelemahan. Dengan ini kita maksimalkan kelebihan kita dalam merebut peluang dan meraih kesuksesan.

Selamat bertarung. Keep fighting!

Mengurangi Anak Main Gadget Tanpa Kekerasan

"Bu, berapa lama anak boleh main gadget setiap harinya?"Tanya seorang bapak dalam sebuah forum orang tua murid di sekolah. Pada pertemuan kali ini dibahas bahaya gadget bagi anak-anak.
"Sebaiknya anak main gadget hanya sejam sehari." Jawab si pembicara. Yang mengisi adalah seorang praktisi pendidikan dan ahli parenting.

Jawaban nara sumber membuat tertegun sang penanya dan orang tua murid lainnya. Tak ada suara yang terdengar, semuanya sedang mengevaluasi anaknya masing - masing.

Memang saya akui sulit sekali untuk membatasi anak main gadget hanya satu jam sehari. Kalau langsung diterapkan begitu saja tanpa pengkondisian sebelumnya, hanya akan menimbulkan kegaduhan dengan anak. Sebab mereka merasa kesenangannya terganggu. Kalau sudah begini jangan harap anak mau melepaskan gadget-nya, yang ada malah ribut dengan anak. Namun bukan berarti kita harus menyerah sampai di sini.

Untuk membatasi pemakaian gadget pada anak ada beberapa tahap yang bisa diterapkan. Penerapannya bisa dilakukan bertahap; sedikit demi sedikit.

1. Buat sebuah aturan main mengenai pemakaian gadget di rumah. Misalnya  main gadget hanya dilakukan di siang hari. Kalau sudah sholat maghrib maka tidak ada yang lain main gadget. Di sini mulai ada pembatasan, namun tidak langsung drastis. Si anak tidak merasa keberatan, tokh siangnya masih bisa main.

2. Berikan kegiatan alternatif sebagai pengganti main gadget. Mereka main gadget karena tidak ada kegiatan lain untuk mengisi waktu. Mengalihkan fokus anak jauh lebih baik dari pada melarangnya. Ini bisa kita lakukan dengan membaca buku, menggambar, bermain, beraktivitas di luar rumah, jalan-jalan dan lain sebagainya.

3. Orang tua harus memberikan contoh. Anak-anak hanya meniru apa yang dilihat di sekitarnya. Kalau kita sebagai orang tua ingin membatasi mereka main gadget, maka mulailah dari kita sendiri. Berdasarkan pengalaman, hanya gara-gara saya mengecek nomor kontak, anak saya yang sedang asyik bermain jadi ingin main gadget. Ketika seharian menahan diri untuk tidak menengoknya, mereka lebih mudah diajak untuk melakukan kegiatan yang lain. Nanti bagaimana kalau ada pesan yang masuk? Kalau memang penting, saya yakin ada telfon yang masuk. Jadi tenang sajalah.

4. Temani selagi anak-anak bermain gadget. Dengan ini kita bisa memastikan anak-anak melihat konten yang aman untuk mereka. Kemudian ajak mereka berdiskusi atas konten yang sedang mereka lihat.

Ini kalau konsisten dilakukan maka anak akan mengurangi main gadget sedikit demi sedikit. Diharapkan tumbuhnya kesadaran, bahwa main gadget itu boleh tapi ada batasannya.



Gerakan Setengah Gelas

Kalau kebetulan makan di luar (rumah), setelah memesan makanan biasanya akan ditanya : "Minumnya apa Mas?"
Saya akan menjawab :"Air putih." Setelah itu saya akan segera menambahi, "Air putihnya setengah aja Mas."
Biasanya wajah sang pelayan akan berubah keheranan. Dia masih tidak bisa"menerima" pesanan seaneh itu.
"Sayang Mas, kalau enggak habis. Nanti terbuang. Kalau kurang kan, saya masih bisa minta lagi."
Setelah mendapat penjelasan tersebut, baru dia mengerti. Dan saya pun mendapatkan  setengah gelas minuman saya.

Kebiasaan saya itu saya sebut dengan gerakan air minum setengah gelas. Gerakan ini dilatar belakangi oleh kebiasaan saya yang suka menyisakan minuman setelah makan. Sisa minuman itu akan dibuang begitu saja oleh pemilik warung. Bayangkan kalau ada sekian juta orang melakukan hal yang sama berapa banyak air yang terbuang. Belum lagi kalau dikaitkan dengan biaya yang terbuang.

Gerakan setengah gelas ini terinspirasi dari kegiatan 5R di tempat kerja saya. 5R adalah disiplin kerja untuk meningkatkan kecepatan, kualitas dan keamanan di tempat kerja. 5R terdiri dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.

5R selalu dimulai dengan R yang pertama : ringkas. Ringkas adalah hanya yang diperlukan saja dan tidak berlebihan jumlahnya. Yang diperlukan adalah sesuatu yang ada hubungannya dengan pekerjaan kita saat ini. Kalau tidak ada hubungannya silahkan dikeluarkan dari area kerja kita. Bisa disimpan atau dibuang. Tergantung barang-barangnya. Kalau kumpulan kertas bekas yang sudah tidak terpakai silahkan dibuang. Kalau barang pribadi seperti fishbowl berisi ikan peliharaan, silahkan dibawa pulang.  Kalau pekerjaan yang akan dikerjakan 3 bulan mendatang, simpan dulu di rak atau laci kita. Dan seterusnya.

Kalau kita terbiasa melakukannya, maka akan ini akan mempengaruhi pola fikir kita. Termasuk dalam hal-hal kecil. Kalau pada kasus saya, baru dalam memesan minum ketika makan.

"Pak Hasan, minumnya apa? Biasa air putih anget setengah gelas, ya."Kata Bu Dek tukang gado-gado langganan dekat kantor.
"Kenapa Mas? Tanya Rizki, teman kantor beda bagian. Disampingnya ada Pak Yusuf, atasannya.
""Sayang Mas, kalau enggak habis. Nanti terbuang. Kalau kurang kan, saya masih bisa minta lagi."Jawab saya.
"Kalau begitu, saya airnya setengah juga."Kata Rizki.
"Saya juga." Kata atasannya.