Friday, January 29, 2021

Gagal atau Berhasil, Keduanya Baik Untuk Dipelajari




Ada seorang teman yang menceritakan perilaku "unik" bapaknya. Bapaknya tidak pernah memberi tahu mana yang seharusnya dilakukannya ketika menghadapi masalah.  Sekarang, teman saya ini ikut mengembangkan usaha yang telah dirintis oleh kedua orang tuanya. Berarti dia adalah generasi ke-2 dalam perusahaan keluarganya.  Jadi kalau ada masalah, ketika si anak bertanya maka bapaknya hanya mengatakan silahkan saja kamu ambil keputusan. Cuma yang membuat hati mangkel adalah ketika gagal, bapaknya baru memberi tahu apa yang benarnya seperti apa. Kalau begini, anaknya suka meggerutu. Kenapa tidak dikasih tahu dari awal, kalau sudah tahu akan gagal? Dan menurutnya dia baru bisa mengerti tindakan bapaknya itu setelah sekian lama.

Sepintas memang membuat kesal, namun apa yang dilakukan bapaknya adalah sebuah kebaikan buat anaknya. Anaknya dibuat mandiri dengan cara tersendiri. Dari awal bapaknya sudah mendorong untuk membuat keputusan walau pun itu akan gagal. Dan biasanya kita akan lebih "nyantol" pelajarannya kalau mengalami kegagalan terlebih dahulu atau lebih mudah belajar dari sebuah kegagalan dari pada keberhasilan yang kita buat. Jadi learning by doing; learning from failure. Dan tentu proses belajar dari kegagalan ini masih dalam rentang resiko yang terkendali.

Mengapa kita lebih mudah belajar dari kegagalannya? Karena kita lebih tahu penderitaannya ketika gagal sehingga semangat untuk memperbaikinya lebih besar. Ibaratnya dia sudah tahu kalau jalan ke sini pasti akan "mentok" makanya jangan ambil jalan itu. 

Namun apakah benar apa yang saya tulis sebelumnya? Yang umumnya terjadi pertama kita lebih mudah belajar dari kegagalan kita dibandingkan keberhasilan kita. Kedua kita lebih menyukai belajar dari orang yang berhasil dari pada orang yang gagal.

Untuk pendapat pertama saya pernah lihat sebuah  simulasi para peserta acara kontes "idol-idolan" menyanyi. Fasilitatornya memberikan sebuah permainan membuat sesuatu. Dengan seenaknya si fasilitator bilang kamu salah. Peserta yang dibilang salah langsung diam dan berfikir apa yang membuatnya salah. Di peserta yang lain dia selalu bilang kamu benar. Si peserta yang dibilang benar hanya tertawa senang dan dia tidak tahu mengapa dia benar. Singkat kata setelah permainan tersebut sang fasilitator menjelaskan tujuan permainan itu. Menurutnya, kita sering mau belajar dari sebuah kegagalan dari pada sebuah keberhasilan. Ketika kita dibilang kurang bagus oleh juri, maka kita akan berfikir keras dimana kurang bagusnya, apa yang harus kita lakukan untuk memperbaikinya. Giliran dibilang bagus, kita jarang berfikir apa yang bikin bagus, bagaimana itu bisa diulangi di kesempatan berikutnya?

Untuk pendapat kedua, saya rasa sudah jelas. Mana ada hari ini seminar yang membahas kegagalan seorang pengusaha? Kalau pun ada saya yakin tidak ada orang yang mau daftar dan mendengarkan cerita bagaimana gagalnya. Buat apa bayar hanya untuk mendengarkan cerita kegagalan. Padahal, menurut saya kita bisa belajar sesuatu dari kegagalan orang lain. Kita bisa mengetahui apa yang membuatnya gagal dan berusaha untuk tidak mengikuti langkahnya sehingga bisa terhindar dari kegagalan. 

Jadi baik itu berhasil atau gagal, kita bisa sama-sama mengambil pelajarannya dan mengambil manfaatnya. Namun yang masih dalam pertanyaan saya adalah mengapa umumnya orang lebih bisa belajar dari kegagalan sendiri dibandingkan keberhasilannya dan orang bisa belajar dari keberhasilan orang lain dibandingkan kegagalannya. Mudah-mudahan saya bisa menemukan jawabannya suatu saat.

Photo by Johannes Plenio on Unsplash (right)
Photo by Joshua Earle on Unsplash (left)

No comments:

Post a Comment