Wednesday, August 21, 2019

Terpenjara Dalam Apartemen


Pada hari sabtu minggu pekan lalu, saya sempat merasakan menginap di sebuah apartemen di daerah Bandung Utara. Kegiatan ini bertepatan dengan acara kumpul-kumpul keluarga besar dari pihak istri.

Selama beraktivitas di sana, sempat terlintas dalam fikiran bahwa orang-orang yang tinggal di sana seperti "terperangkap" di dalamnya. Kenapa saya bisa berkesimpulan seperti itu? karena kami sempat tersesat di dalamnya. Ya benar-benar tersesat.

Keluarga besar menyewa dua unit di apartemen. Kamar di lantai 10 dan kamar di lantai 15. Setiap kamar memiliki kunci dan kartu akses kemana-mana. Saya mendapatkan jatah di kamar 15. Setelah saya beres-beres di kamar lantai 15, kami berniat ke kamar di lantai 10. Karena sebagian besar anggota keluarga berkumpul di sana. Antara lantai dihubungkan dengan sebuah lift. Dari lantai 15 kami naik lift turun ke bawah. Ketika memencet lantai 10 kami tidak berhasil. Berkali-kali kami pijit tombolnya dan menempelkan kartu aksesnya, lift tetap bergerak. Ketika lift berhenti di lantai 5, karena ada yang keluar di sana, kami ikut-ikutan keluar. Dan ternyata timbul masalah baru. Kami benar-benar tidak bisa kemana-mana. Di tengah kebingungan akhirnya kami memutuskan untuk lantai G (ground). Seorang penghuni apartemen mengajak kami ke lantai ground. Karena dia juga mau ke sana. Alhamdulillah, masih ada orang baik ternyata.



Sesampainya di lantai ground, kami langsung menuju resepsionis yang ada di lobby. Mengadukan masalah kami. Saya berpendapat kartu akses kami belum diaktifkan sehingga tidak bisa turun di lantai 10. Sang resepsionis meminjam kartu akses kami. Dia mencobanya. "Kartunya sudah bisa bisa dipakai Pak," kata sang resepsionis.
"Kok saya enggak bisa turun di lantai 10?
"Iya enggak bisa. Kartu akses ini hanya bisa mengakses lantai dimana kamar kita."
"Oooo. Aduh, ndeso banget nih,"kata saya dalam hati. Orang kampung baru menginap di apartemen.

Jadi sudah jelas semuanya. Kartu akses yang dipegang hanya bisa mengakses lantai di mana kamar kami berada dan fasilitas-fasilitas bersama seperti lobby di lantai ground dan lantai dimana tempat parkir. Lalu bagaimana kalau mau ke lantai lainnya? Solusinya adalah kita turun ke lantai ground dan menghubungi teman atau seseorang di lantai yang kita tuju. Nanti dia akan turun ke ground. Kemudian bersama-sama menuju lantai yang dituju. Jadi saya yang menginap di lantai 15 kalau ke lantai 10 harus menunggu di ground dan menghubungi saudara yang di kamar di lantai 10. Tak lama kemudian dia turun dan mengantar ke kamar di lantai 10. Menggunakan kartu akses yang dia miliki.

Pengaturan kartu akses ini sebenarnya bertujuan untuk keamanan dari penghuni. Jadi orang-orang yang tidak berkepentingan apalagi yang berwatak jahat tidak bisa ke lantai mana pun dengan sembarangan, sehingga niat-niat tidak baik bisa dicegah. Ini memang benar, tetapi alih-alih untuk keamanan, saya merasa kita semua yang terpenjara di dalamnya. Kebebasan kita seperti dibatasi. Mungkin orang berkata saya tidak paham "aturan" di apartemen, makanya saya juga tidak berniat tinggal di sana. Saya masih ingin tinggal di bangunan yang ada halamannya.

Istri juga bercerita mengenai kawannya yang tinggal di apartemen di daerah Jakarta Selatan. Aturan mainnya sama. Konsekuensinya satu sama lain tidak mengenal. Teman istri ini seorang pengajar. Kegiatan dia setiap hari rutenya hanya apartemen kampus, apartemen kampus saja. Seolah-olah dia memiliki tunel imajiner yang menghubungkan apartemennya ke tempat bekerja. Dan semua orang mempunyai tunel masing-masing dimana satu sama lain tidak saling berhubungan.

Kondisi fisik apartemen juga membuat orang tidak mudah berinteraksi, selain sistem akses yang sudah dijelaskan di atas. Antara satu kamar dan kamar kita tidak siapa penghuninya. Apakah ada penghuni atau tidak, kita tidak tahu. Kita berjalan di lorongnya berbisik-bisik karena takut mengganggu. Kalau sudah begini apa bedangya dengan hutan belantara. Kalau masuk hutan, biasanya kita berbisik-bisik karena takut mengganggu penghuni hutan lain yang kelihatan mau tidak. Dan masing-massing penghuni hidup sendiri-sendiri. Bedanya belantara hutan dipenuhi pepohonan, sedangkan yang ini dengan hutan beton. Dan dua-duanya bisa membuat orang tersesat. Seperti yang sudah saya alami.

sumber foto : Free-Photos

No comments:

Post a Comment