Stay focus to the problem |
Ketika saya duduk di bangku SD ada sebuah kejadian yang menarik buat saya. Saya bersekolah di sebuah SD negeri di daerah kabupaten Bekasi dengan Bapak saya sendiri sebagai kepala sekolahnya. Di dalam menjalankan operasi sekolah, Bapak saya dibantu oleh beberapa orang guru, tenaga administrasi, dan penjaga sekolah.
Untuk guru-gurunya terdiri dari guru wali kelas yang mengampu beberapa mata pelajaran sekaligus di kelas yang dia pegang. Dan ada pula guru mata pelajaran tertentu yang mengajarkan ke beberapa atau semua kelas seperti pelajaran agama dan olahraga.
Ceritanya bermula dari sini: ada seorang guru kelas mengajarkan sebuah mata pelajaran kepada murid-muridnya. Kebetulan salah satu muridnya mempunyai ibu yang berprofsesi sebagai guru juga di tempat lain. Karena merasa tidak mengerti atas penjelasan gurunya maka sang murid ini menanyakan kepada ibunya di rumah. Di saat itu sang ibu merasa apa yang telah diterangkan oleh guru anaknya berbeda dengan yang dia pahami.
Masalahnya mulai timbul ketika sang anak mengkonfirmasi apa yang dipahami ibunya dengan apa yag dipahami gurunya mengenai pelajaran tersebut. "Bu Guru, kata Ibu saya bukan seperti itu artinya." Sayangnya sang guru tidak terima. Dia merasa sudah menyampaikan sesuai dengan tujuan pengajaran. Begitu juga dengan ibu dari muridnya berpegang teguh dengan pendapatnya. Permasalahan pun semakin meruncing.
Untuk mencari jalan keluar ibu murid ini mengangkat kasus tersebut kepada bapak saya. Dia menjelaskan duduk persoalannya ke bapak saya. Dalam hal ini bapak saya sependapat dengan ibu sang murid soal pelajaran tersebut.
Di tengah-tengah polemik ini, ada sebuah tindakan yang saya tidak mengerti. Tidak bisa memberi argumen yang menyakin, sang guru kelas membuat bentuk "perlawanan" lain. Sebagai informasi ibu muridnya ini seorang non muslim, dan selama permasalahan ini belum tuntas, guru anaknya memakai kerudung setiap mengajar. Padahal sebelumnya tidak pernah pakai.
Dari awalnya permasalah soal kritikan dan saran atas cara dia mengajar jadi ditarik ke persoalan agama. Seolah-olah ini benturan antara yang muslim dan non-muslim. Padahal masalahnya adalah perbedaan di dalam memahami materi pelajaran. Untungnya bapak saya stay fokus pada masalahnya. Dia buat semua tidak ikut-ikutan jadi masalah agama. Gurunya ditegur dan mengatakan bahwa pemahaman ibu muridnya yang lebih sesuai. Bapak saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada orang tua murid tersebut karena telah peduli terhadap proses pembelajaran di sekolah. Kasus pun dianggap selesai.
Apa moral story-nya dari tulisan ini? Di dalam memecahkan masalah kita harus stay focus pada inti permasalahannya bukan yang menjadi bumbu-bumbunya. Terkadang inti permasalahan itu seperti tertutupi oleh hal-hal yang lain; yang terlihat smerupakan gejala-gejalanya sehingga masalah yang sebenarnya tidak dikenali. Ibarat tanaman yang terhalang rerumputan, maka kita siangi terlebih dahulu agar pohonnya terlihat. Agar sampai pada inti permasalahan maka kita bisa menggunakan tools 5s Why analysis.
sumber gambar dari : Bud Helisson
dikasih kopi ama pastel, copy paste dari https://hasanabadikamil.com/stay-focus-to-the-problem/
No comments:
Post a Comment